REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) mengumumkan sanksi baru pada Korea Utara (Korut). Washington dan Seoul mengatakan sanksi ini berkaitan dengan ribuan orang informasi teknologi (IT) yang beroperasi di Cina dan Rusia yang dituduh membantu mengumpulkan dana untuk program rudal dan senjata pemusnah massal.
Departemen Keuangan AS mengatakan satu individu, Kim Sang Man dan perusahaan Chinyong Information Technology Cooperation Company yang bermarkas di Korut dijatuhi sanksi gabungan ini atas aktivitas pekerja IT mereka.
Terpisah Kementerian Luar Negeri Korsel mengumumkan sanksi baru ke tujuh individu dan tiga entitas termasuk Kim Sang Min dan perusahaan Chinyong. Departemen Keuangan AS mengatakan Korut mengawasi ribuan pekerja IT di seluruh dunia, terutama yang berlokasi di Cina dan Rusia.
"(Pekerja ini) menghasilkan pendapatan yang berkontribusi pada program-program balistik dan senjata pemusnah massal tidak sah," kata departemen, Rabu (24/5/2023).
Departemen menambahkan para pekerja menyembunyikan identitas, lokasi dan kewarganegaraan mereka dan menggunakan dokumentasi palsu untuk melamar kerja. Mereka diam-diam bekerja di berbagai posisi dan industri.
"Termasuk di bidang bisnis, kesehatan, dan kebugaran, jaringan sosial, olahraga, hiburan dan gaya hidup," tambah departemen.
Sebelumnya Departemen Luar Negeri AS memperingatkan mempekerjakan pegawai IT Korut dapat menimbulkan insiden pencurian kekayaan intelektual.
Tiga kelompok, 110th Research Center, Pyongyang University of Automation and Technical Reconnaissance Bureau pernah disanksi Korsel karena terlibat dalam operasi siber dan menghasilkan pendapatan ilegal untuk mendukung program senjata penghancur massal Korut.
"Tindakan hari ini melanjutnya upaya untuk menyoroti operasi siber dan pekerja IT ilegal yang ekstensif (Korut), yang membiayai program rudal dan senjata pemusnah massal tidak sah rezim," kata Wakil Menteri Keuangan bidang Finansial Intelijen dan Terorisme Brian Nelson.
Kementerian Luar Negeri Korsel mengatakan pengumuman dengan AS menunjukkan upaya gabungan dengan AS untuk menghalangi Korut mendapatkan pendapatan ilegal melalui aktivitas siber. Departemen Keuangan AS mencatat Biro Pengawasan Teknis memimpin upaya menyerang siber Korut dan mengawasi pegawai yang berkaitan dengan kelompok peretas Lazarus.
Lazarus dituduh menggelar sejumlah penipuan siber terbesar virtual saat ini. Contohnya, Maret 2022, mereka dituduh mencuri 620 juta dolar AS dalam bentuk mata uang virtual di proyek blockchain yang terhubung dengan gim daring Axie Infinity.