REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Sekolah Wartawan di Gedung Pusat UGM, Kamis (25/4/2023). Tema yang diangkat pada Sekolah Wartawan kali ini yaitu soal Hak Kekayaan atas Intelektual (HAKI). Pakar Hukum Bisnis UGM, Dina W Kariodimedjo, mengatakan ada kesalahpahaman yang sering dilakukan media yang disebabkan karena kurangnya pemahaman terkait cabang-cabang di kekayaan intelektual.
"Harapannya setelah ini wartawan bisa memahami terkait kekayaan intelektual," kata Dina yang juga merupakan Kabag Humas dan Prokokol UGM, Kamis (25/5/2023).
Dina menjelaskan bahwa hak kekayaan intelektual merupakan hak ekslusif yang diberikan negara sebagai hasil yang diperoleh dari kegiatan intelektual manusia dan sebagai tanda yang dipergunakan dalam kegiatan bisnis serta temasuk ke dalam benda tak berwujud yang memiliki nilai ekonomi. Karena itu pihak lain yang mendapatkan izin boleh menggunakan merek tersebut.
"Perusahaan besar yang punya reputasi, sebagian asetnya intangible property. Sehingga kenapa perusahaan mempertahankan HKI-nya," ucapnya.
Dalam paparannya, Dina menjelaskan tujuh cabang hak kekayaan intelektual, antara lain hak cipta, merek dan indikasi geografis, paten, perlindungan varietas tanaman, rahasia dagang, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu.
Dina juga menjelaskan bahwa kesalahpahaman juga kerap terjadi ketika isu soal paten dan hak cipta mengemuka. Menurutnya yang dimaksud dengan paten yaitu yang berkaitan dengan teknologi, sementara hak cipta yakni yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
"Paten harus didaftarkan jika pemilik ingin memproleh perlindungan. Kalau nggak didaftarkan nggak mendapatkan perlindungan," ungkapnya.