REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, menyebutkan tiga alasan utama persoalan guru honorer terus muncul. Dari ketiga alasan utama tersebut, Kemendikbudristek dan elemen pemerintahan lainnya sudah membuat rencana mekanisme perekrutan guru yang akan mulai dilakukan pada 2024.
“Di sekolah itu ada kebutuhan guru yang real time yang terjadi secara berkala, tetapi rekrutmen guru itu dilakukan secara gelondongan per tahun,” ujar Nadiem dalam rapat bersama Komisi X DPR RI yang disiarkan secara daring, dikutip Kamis (25/5/2023).
Dia menjelaskan, guru merupakan pekerja di dalam sekolah yang bisa kapan saja pindah, berhenti, pensiun, ataupun meninggal dunia. Dengan sistem perekrutan saat ini, posisi guru yang kosong kerap diisi oleh sekolah dengan guru-guru honorer karena harus menunggu waktu perekrutan guru aparatur sipil negara (ASN) terlebih dahulu.
“Jadi, ini menurut kita suatu masalah yang akan selalu menyebabkan kebutuhan guru secara tiba-tiba di dalam sekolah yang ujung-ujungnya pasti akan terpaksa merekrut honorer misalnya. Dan ini harus kita selesaikan dengan mekanisme tertentu,” jelas dia.
Persoalan kedua adalah proses perekrutan guru ASN yang dilakukan secara terpusat karena kekhawatiran akan jumlah dan kompetensi guru yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Padahal, kata Nadiem, apabila data dari setiap sekolah sudah dimiliki, maka sekolah yang akan lebih mengerti kebutuhan mereka dalam melakukan perekrutan.
“Seharusnya yang mengerti kebutuhan rekrutmen itu kembali lagi kepada sekolah. Mereka yang membutuhkan dan tentunya pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa mengawasi berdasarkan jumlah murid dan jumlah kapasitas sebenarnya berapa jumlah guru yang dibutuhkan di masing-masing sekolah,” ucap Nadiem.
Lalu, persoalan yang ketiga adalah persoalan yang terus muncul dalam upaya memenuhi kebutuhan guru ASN pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dalam beberapa tahun terakhir. Persoalan itu, yakni pemerintah daerah (pemda) tidak mengajukan formasi guru PPPK yang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan data dari pemerintah pusat karena beragam alasan.
Menurut Nadiem, kletiga permasalahan tersebut mendorong pemerintah pusat untuk mencari solusi. Selama sekira enam bulan dia berdiskusi dengan tiga kementerian lain, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mencari solusi tersebut.
“Kami akhirnya sudah mengerucut kepada suatu solusi yang harapannya ini menjadi solusi permanen yang akan diimplementasi di tahun 2024,” jelas dia.
Tiga Pilar Solusi Guru Honorer
Solusi permanen tersebut, kata Nadiem, terdiri dari tiga pilar konsep. Pertama, konsep marketplace atau talent pool untuk guru. Da menjelaskan, depan akan ada suatu platform di mana guru-guru yang memenuhi kualifikasi untuk mengajar masuk ke dalam suatu basis data yang dapat diakses oleh semua sekolah di Indonesia.
“Pilar kedua adalah pola perekrutan yang tadinya dilakukan secara centralized di pusat, yang sekarang akan diubah menjadi real time perekrutan itu dilakukan langsung oleh sekolah. Jadi mereka bisa melakukannya kapan saja,” ujar Nadiem.
Pilar ketiga, yakni mengubah sistem insentif kepada guru. Di mana, hal itu diberlakukan untuk menjawab persoalan sekolah-sekolah yang kekurangan guru karena tak ada guru yang berminat mengajar di sekolah tersebut. Dengan pengubahan sistem insentif itu, diharapkan sekolah-sekolah tersebut dapat diisi oleh guru.
“Jadi itu masalah ketiga kita dan solusi kita adalah mengubah sistem insentif untuk memastikan bahwa sekolah-sekolah di mana tidak ada yang minat untuk mengajar itu benar-benar terisi,” jelas dia.