REPUBLIKA.CO.ID, AKARTA - Anggota Komisi III DPR, Benny Kabur Harman mempertanyakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menerima gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Dari semula empat tahun, kini masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun.
Berarti, Komjen (Purn) Firli Bahuri dan kawan-kawan (dkk), termasuk Ghufron yang seharusnya pensiun pada akhir 2023, bisa menduduki jabatannya hingga 2024. Menurut Benny, MK yang mengabulkan gugatan KPK jelas berpotensi merusak konstitusi negara.
"Apa betul MK mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun ke lima tahun? Dari mana sumber kewenangan MK mengubah periode masa jabatan pimpinan KPK ini?" tanya Benny di akun resmi Twitter @BennyHarmanID saat dikonfirmasi Republika.co.id di Jakarta pada Kamis (25/5/2023).
Benny mengatakan, memperpanjang masa jabatan komisioner KPK menjadi mutlak di bawah kewenangan pembentuk undang-undang (UU), yaitu eksekutif dan legislatif. Wakil ketua umum DPP Partai Demokrat tersebut menilai, MK justru bermain politik dalam keputusan yang disetujui lima hakim dan ditolak empat hakim tersebut.
"Tertib konstitusi menjadi rusak akibat MK ikut bermain politik. Hancur negeri ini!" kata Benny menambahkan.
Melalui putusan MK dalam menerima gugatan Nurul Ghufron, jabatan pimpinan KPK akan diperpanjang dari empat tahun menjadi lima tahun. Menurut MK, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan pimpinan 12 lembaga nonkementerian atau auxiliary state body di Indonesia.
"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya dipersamakan dengan masa jabatan komisi dan lembaga independen yang termasuk ke dalam rumpun komisi dan lembaga yang memiliki constitutional importance yakni lima tahun sehingga memenuhi prinsip keadilan, persamaan, dan kesetaraan," ujar hakim konstitusi Guntur Hamzah, yang pernah terjerat skandal pengubahan putusan MK.