REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, godaan korupsi yang selalu mengintai pegawai yang mengabdi di Kementerian PUPR sangat besar.
"Kementerian PUPR yang melaksanakan penyelenggaraan infrastruktur, semua pasti berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa, sekitar 70 persen kalau menurut surveinya KPK. Mulai dari perencanaan, pengadaan barang, sampai dengan pelaksanaan. Untuk itu pasti godaannya sangat besar," kata Basuki di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Basuki mengatakan godaan korupsi tidak hanya dialamatkan kepada pegawai di Kementerian PUPR, anggota keluarga mereka tidak luput dari godaan rasuah.
"Kalau menterinya digoda enggak bisa, ke dirjennya. Dirjennya enggak bisa, mesti ke istrinya. Istrinya enggak bisa, ke anaknya. Anaknya enggak bisa, ke saudaranya. Jadi mereka pasti selalu akan menggoda. Tinggal kami sebagai aparat penyelenggara negara inilah yang harus dibentengi dengan integritas," ujarnya.
Tercatat sejumlah kasus korupsi terkait infrastruktur yang pernah ditangani KPK, di antaranya suap proyek pembangunan jalan di Kabupaten Bengkalis tahun 2020; suap dana peningkatan Ruas Jalan Kemiri-Depapre Provinsi Papua 2017; suap dana alokasi khusus (DAK) pembangunan dan perawatan jalan di Sumatera Barat pada 2016.
Selanjutnya, penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2017 dan suap kepada bupati Musi Banyuasin periode 2017-2022 dkk terkait dengan proyek-proyek di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin TA 2021.
Program pencegahan korupsi lainnya yaitu Survei Penilaian Integritas (SPI). Pada SPI 2022, Kementerian PUPR meraih skor 73,59 dari skor rata-rata nasional 71,94. Skor ini turun dari sebelumnya tahun 2021 meraih 82,64. Dalam survei tersebut, KPK memetakan risiko, potensi korupsi, dan mengukur efektivitas upaya pencegahan korupsi di Kementerian PUPR sebagai salah satu instansi dari total 640 peserta SPI yang meliputi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Responden yang dilibatkan meliputi tiga unsur pegawai internal, pemangku kepentingan eksternal, dan ahli. Berdasarkan hasil SPI 2022, masih terdapat delapan titik rawan korupsi di Kementerian PUPR.
Seperti tingkat keyakinan risiko kejadian suap dan gratifikasi, persepsi keberadaan "trading in influence", risiko penyalahgunaan dalam pengelolaan pengadaan barang dan jasa, risiko konflik kepentingan dalam pengelolaan SDM, risiko penyalahgunaan fasilitas kantor, risiko penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas, risiko penyalahgunaan anggaran SPJ honor, serta risiko jual beli jabatan dalam promosi dan mutasi.
Dari hasil SPI tersebut, KPK telah memberikan rekomendasi dan bersama-sama Kementerian PUPR menyusun rencana aksi perbaikan yang implementasinya dimonitor KPK.