REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Bencana alam akibat pergeseran tanah kembali terjadi di Desa Bojongkoneng, Kabupaten Bogor, pada Mei 2023. Sama seperti tahun lalu, peristiwanya menyebabkan jalan hingga bangunan rusak.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor mencatat, sebanyak 23 bangunan di tiga kampung, yakni Tapos, Cibingbin dan Garungsang, mengalami kerusakan akibat bencana alam pergeseran tanah yang terjadi pada Jumat, 19 Mei 2023.
Deretan bangunan rusak tersebut terdiri dari 17 unit rumah dengan kerusakan ringan yang dihuni oleh 17 KK terdiri dari 68 jiwa, serta enam unit rumah rusak sedang yang dihuni oleh enam KK terdiri dari 20 jiwa.
Hasil analisa BPBD, pemicu terjadinya pergeseran tanah kali ini yaitu hujan deras dengan intensitas tinggi. Terlebih, Desa Bojongkoneng merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Bogor yang masuk dalam zona rawan pergeseran tanah.
Pada 14 September 2022, desa yang letaknya di ujung bukit ini juga mengalami pergeseran tanah yang lebih dahsyat, sehingga menyebabkan hancurnya jalan desa sepanjang 1 kilometer dan beberapa bangunan di sekitarnya rusak-rusak.
Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana pergeseran tanah di Bojongkoneng saat itu mengakibatkan 278 kepala keluarga (KK) yang terdiri dari 1.020 jiwa terdampak.
Ada sebanyak 246 unit rumah terdampak. Sedikitnya sembilan unit rumah mengalami rusak berat dan 73 unit rumah rusak sedang dan satu unit fasilitas pendidikan serta mushala juga terdampak.
Namun, para korban bencana pergeseran tanah di Desa Bojongkoneng tersebut enggan direlokasi oleh pemerintah. Mereka lebih memilih bersahabat dengan bencana, dibandingkan harus meninggalkan rumahnya yang dianggap dekat dengan lokasi mata pencaharian dan kediaman sanak saudara.
Dari 10 KK korban pergeseran tanah yang rumahnya mengalami rusak parah, hanya tiga di antaranya yang bersedia direlokasi oleh Pemerintah Kabupaten Bogor.
Hasil investigasi yang dilakukan BPBD, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan bahwa tempat kejadian bencana tersebut masuk dalam wilayah rawan rayapan tanah. Artinya, kondisi tanah di Bojongkoneng labil dan bergerak secara perlahan.
Rayapan tanah berbeda dengan longsor. Longsor terjadi seketika. Namun rayapan tanah terjadi secara perlahan. Diperkirakan pergerakan tanah ke bagian dalam terjadi sekitar 50 centimeter per hari.
PVMBG menyebutkan bahwa pergeseran tanah di Bojongkoneng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, berpotensi merobohkan hingga "menelan" bangunan di sekitarnya.
PVMBG melihat adanya pondasi dari batuan tanah yang bergerak, dan menemukan lapisan lempung di permukaan tanah. Lapisan lempung tersebut dinilai memiliki permukaan yang gelincir.
Selain itu, ketika vegetasi di wilayah Bojongkoneng hilang, maka air hujan dengan intensitas deras dapat membuat permukaan tanah menjadi jenuh. Air akan bergerak dengan mudah dan membawa lapisan tanah di bawahnya yang didasari lapisan lempung.
22 kecamatan
Pergeseran tanah tak hanya mengancam Desa Bojongkoneng yang berlokasi di Kecamatan Babakanmadang. Pasalnya, terdapat 22 dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor memiliki potensi menengah hingga tinggi pergeseran tanah.
Deretan kecamatan tersebut yaitu Babakanmadang, Bojonggede, Cariu, Ciawi, Cibinong, Cigudeg, Cileungsi, Cisarua, Citeureup, Gunungsindur, Jasinga, Jonggol, Klapanunggal, Leuwisadeng, Megamendung, Nanggung, Parung, Sukajaya, Sukamakmur, Sukaraja, Tajurhalang, dan Tanjungsari.
BPBD Kabupaten Bogoro juga mencatat ada 14 kecamatan yang memiliki potensi menengah-tinggi pergeseran tanah disertai banjir bandang atau aliran bahan rombakan.
Data itu didapat BPBD dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Data tersebut merupakan gambaran umum mengenai potensi pergeseran tanah sejak Agustus-September 2022.
Namun, kondisi itu dinilai lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya, karena ada pengurangan beberapa wilayah yang berpotensi tinggi pergeseran tanah.
Langkah pertama yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam menghadapi kondisi tersebut adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang menempati lokasi-lokasi rawan pergeseran tanah.
BPBD Kabupaten Bogor juga mengusulkan moratorium pembangunan di wilayah rawan rayapan tanah sebagai langkah antisipasi bencana. Kemudian, mendorong pemerintah daerah untuk membuat kajian terhadap bangunan-bangunan di Bojongkoneng, agar tak ada korban jiwa di kemudian hari.
Selain itu, BPBD Kabupaten Bogor juga memasang alat sensor manual di wilayah rawan bencana pergeseran tanah untuk melakukan deteksi dini.
Alat sensor yang dipasang bukan berupa peralatan modern, melainkan alat-alat sederhana berupa kayu dan tali, namun dapat memberikan indikasi jika di wilayah yang dipasangi alat tersebut terjadi pergerakan tanah. Peralatannya, berupa kayu, kemudian dipasangi kabel. Sehingga, jika terjadi pergerakan tanah, kayu tersebut tertarik dan memberikan peringatan dini.
BPBD Kabupaten Bogor menyatakan telah memasang peralatan tersebut di banyak titik yang tercatat memiliki potensi tinggi pergeseran tanah.
Di samping itu, BPBD Kabupaten Bogor juga mengimbau kepada warga Bogor selalu melihat peta pergerakan tanah yang diunggah BPBD secara berkala di Instagram melalui akun resmi BPBD Kabupaten Bogor dengan alamat @bpbdkabbogor.
Mengingat ancaman bencana pergeseran tanah itu nyata, sudah selayaknya warga menghindari tinggal di permukiman-permukiman berisiko tinggi terdampak bencana alam tersebut.
Lebih dari itu, peralihan fungsi lahan secara serampangan harus dihindari sejak dini. Butuh komitmen bersama untuk mewujudkan tatanan lahan yang ramah lingkungan.