REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus sifilis atau yang dikenal dengan "raja singa" meningkat di Provinsi DIY yang didominasi oleh faktor risiko lelaki seks lelaki (LSL), termasuk heteroseksual. Pakar kesehatan Universitas 'Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Suratini, menjelaskan faktor-faktor penyebab naiknya kasus ini di DIY.
Wakil Dekan II Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan Fakultas Ilmu Kesehatan, Unisa Yogyakarta, ini menyebut penularan penyakit tersebut disebabkan oleh tindakan dan gaya hidup. Salah satunya berhubungan seksual dengan berganti pasangan, baik itu dengan lawan atau sesama jenis kelamin.
"Juga bisa disebabkan karena berhubungan seksual tanpa menggunakan kondom, kontak erat dengan penderita sifilis, dan positif terinfeksi virus HIV," kata Suratini kepada Republika, Jumat (26/5/2023).
Suratini juga menuturkan, peningkatan kasus sifilis di DIY sangat erat dengan perilaku dan potensi di DIY yang merupakan Kota Pelajar. Hal itu karena banyak pelajar maupun mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia yang berdatangan ke DIY.
"Mereka akan memiliki budaya dan perilaku yang berbeda dengan pengawasan orang tua yang tidak intens akan mudah sekali melakukan perilaku negatif," ucap Suratini.
Selain itu, kurangnya pemahaman masyarakat yang masih kurang terhadap dampak perilaku-perilaku menyimpang seperti berhubungan dengan seks berganti-ganti pasangan, seks sesama jenis, juga menjadi faktor meningkatnya kasus sifilis di DIY.
Pasalnya, sifilis merupakan penyakit menular seksual (PMS) yang berasal dari infeksi bakteri treponema pallidum. Umumnya, kata Suratini, penularan bermula dari hubungan seks oleh homoseksual atau heteroseksual, kontak langsung dengan penderita sifilis lain, atau ibu hamil yang menularkan kepada janin di dalam kandungan.
"Kontak langsung dengan penderita sifilis dapat terjadi saat menggunakan alat makan yang sama, memakai pakaian yang sama," jelasnya.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY menyebut bahwa peningkatan sifilis lebih dari 100 persen tiap tahunnya sejak 2020 lalu hingga 2023 ini berdasarkan data Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA).
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes DIY Setyarini Hestu Lestari mengatakan, terus naiknya penyebaran sifilis di DIY karena faktor risiko LSL. Meski ada juga penyebaran yang disebabkan dari faktor risiko heteroseksual.
"Faktor risikonya (didominasi) LSL, walaupun yang heteroseksual juga cukup tinggi, tapi juga LSL cukup meningkat atau terjadi peningkatan," kata dia.
Setyarini memerinci bahwa pada 2020 tercatat kasus sifilis di DIY sebanyak 67 kasus. Namun, pada 2021 meningkat lebih dari dua kali lipat hingga 141 kasus.
Pada 2022, kasus sifilis ini kembali meningkat tajam menjadi 333 kasus. Di 2023 ini, sudah terdeteksi kasus sifilis sebanyak 89 kasus.
"Di 2023 sudah di angka 89, artinya ini baru beberapa bulan yang belum sampai setengah tahun sudah 89 kasus. Kalau nanti dikalikan dua saja, (berarti di 2023 bisa sampai) 180-an lah, artinya lebih tinggi dari 2021," ungkapnya.
Berdasarkan faktor risiko, pada 2020 kasus sifilis karena LSL mencapai 15 persen. Angka faktor risiko ini meningkat di 2021 menjadi 34 persen, dan pada 2022 sebesar 44 persen kasus sifilis di DIY dikarenakan LSL.
"Di 2023 karena masih sedikit, (kasus sifilis) ini didominasi memang dari faktor risiko LSL," jelas Setyarini.