REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memastikan kinerja pasar surat berharga negara Indonesia tidak berpengaruh terhadap gagal bayar utang Amerika Serikat. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto mengatakan sejauh ini pemerintah Indonesia tak memegang atau memiliki US Treasury, dan hal tersebut membuat kondisi Indonesia masih aman.
“Maka demikian, tidak mempunyai dampak berarti terhadap pasar surat berharga negara Indonesia,” ujarnya kepada Republika, Jumat (26/5/2023).
Selain itu, likuiditas domestik juga dipastikan ample atau memadai disertai masuknya modal asing. Suminto mengatakan, kepemilikan asing (non resident) terhadap surat berharga negara naik Rp 61,46 triliun (ytd). Persepsi terhadap risiko kredit Indonesia juga membaik, ditandai oleh penurunan credit default swap sebesar 6,43 bps (mtd) dan 9,53 bps (ytd).
Suminto menyebut Amerika Serikat berkali-kali menghadapi masalah proses persetujuan pagu utang oleh Kongres. Meskipun demikian, biasanya mereka pada akhirnya dapat mencapai kesepakatan.
Pemerintah Amerika Serikat berkepentingan untuk memastikan dapat memenuhi biaya fiskal mereka, termasuk debt services atau utang jatuh tempo. Maka begitu, sejauh ini belum ada dampak kepada pasar keuangan.
"Isu pagu utang AS sejauh ini tidak memengaruhi pasar keuangan AS, maupun pasar keuangan global,” ucapnya.
Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen memperingatkan kegagalan Kongres untuk menaikkan plafon utang pemerintah akan berdampak terhadap gagal bayar utang Amerika Serikat. Dia memperingatkan default akan memicu malapetaka ekonomi.
Tercatat, Utang Amerika Serikat sebesar 31 triliun dolar AS pada Oktober 2022, sedangkan per 31 Maret 2023 bertambah menjadi 31,45 triliun dolar AS.