REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bareskrim Polri sudah melakukan gelar perkara awal penyelidikan kekerasan rumah tangga (KDRT) yang diduga dilakukan Bukhori Yusuf (BY), mantan anggota DPR RI terhadap isteri keduanya inisial M (30 tahun).
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Humas Mabes Polri Komisaris Besar (Kombes) Nurul Azizah mengatakan, tim penyidik Subdit V Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri akan segera mengevaluasi hasil gelar perkara untuk ditingkatkan ke level penyidikan.
“Untuk penanganan kasus KDRT yang dilakukan (mantan) anggota DPR inisial BY terhadap korban pelapor M, sudah dilaksanakan gelar perkara. Dan selanjutnya akan dilakukan penyelidikan lanjutan untuk dapat ditentukan ke tahap selanjutnya (penyidikan) oleh Subdit V PPA Dirtipidum Bareskrim,” begitu kata Kombes Nurul saat dihubungi Republika, Jumat (26/5/2023). Gelar perkara kasus tersebut, dilakukan pada Kamis (25/5/2023) siang.
Pendamping hukum M, Ellywati Suzanna Saragih kepada Republika, kemarin menyampaikan, gelar perkara awal yang dilakukan kepolisian dengan turut melibatkan klienya sebagai saksi-korban. “Pihak kami (korban M) dilibatkan karena sekaligus untuk meminta keterangan-keterangan awal terkait kasus KDRT ini,” kata Elly, Jumat (26/5/2023).
Permintaan keterangan M tersebut, juga turut menghadirkan Lembaga Perlindungan Saksi-Korban (LPSK). Karena M, sejak Januari 2023 sampai saat ini dalam suaka melekat 24 jam tim dari LPSK. “Dari LPSK turut mendampingi karena klien kami, M adalah saksi-korban yang dilindungi LPSK,” begitu terang Elly.
Elly berharap Bareskrim Polri tak berlama-lama dalam mengevaluasi hasil gelar perkara kasus tersebut. Karena menurut dia, kasus ini sebelumnya sudah sejak November 2022 dalam penanganan Polrestabes Bandung, Jawa Barat (Jabar).
“Kita sangat mengharapkan kasus ini segera ditingkatkan ke penyidikan, agar kasus ini bisa terungkap di pengadilan untuk memberikan keadilan bagi korban (M),” ujar Elly.
Sementara di pihak BY, tim kuasa hukum mantan anggota Komisi VIII DPR itu tetap berkilah kliennya melakukan KDRT. “Tidak ada KDRT. Yang ada adalah percek-cokan biasa dalam hubungan suami isteri,” ujar Pengacara Ahmad Mihdan saat konfrensi pers di Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Pertengkaran yang menurut Ahmad biasa tersebut sudah terjadi sejak BY menikahi M secara siri. Tetapi Ahmad mengaku tak tahu kapan pernikahan BY dan M itu terjadi. Menurut Ahmad, pernikahan bawah tangan itu, pun tak sah dalam hukum karena tak ada persetujuan dari RDK, isteri pertama BY. “Karena ini pernikahannya siri secara agama, jadi isteri yang pertama (RDK) tidak mengetahui. Walaupun akhirnya Ibu dari Pak BY mengetahui,” kata Ahmad.
Menurut Ahmad, pertengkaran BY dan M tersebut, memang belakangan, berujung pada benturan fisik. Namun begitu, pihaknya menolak perbuatan BY terhadap M tersebut masuk dalam kategori KDRT. Ahmad mengacu pada hasil penyelidikan Polrestabes Bandung yang menyimpulkan perbuatan BY terhadap M tersebut sebagai tindak pidana ringan. “Adapun yang dilaporkan oleh pihak M merupakan tindak pidana penganiayaan ringan mengacu Pasal 352 KUH Pidana, bukan KDRT,” ujar Ahmad.
Alih-alih mengakui dugaan perbuatan KDRT yang dilakukan BY terhadap M. Tim pengacara tersebut justeru menuding korban M sebagai penyebar fitnah dan pencemaran nama baik. Dan menyebut korban M selama pernikahan memiliki kondisi psikologis akut akibat terpengaruh kecanduan obat-obatan. “Pelapor selama ini merupakan pasien di RSKO (Rumah Sakit Kecanduan Obat) Cibubur Jakarta Timur yang setidaknya bisa menjadi pertimbangan, khususnya bagi aparat penegak hukum untuk menilai akurasi dari peristiwa ini,” kata Ahmad.
Akan tetapi Ahmad Mihdan, dan semua anggota tim pengacara mengaku tak mengetahui rentetan cerita dari awal perjumpaan BY dengan M. Termasuk soal, proses menuju pernikahan. Sampai pada rangkaian cerita tentang ragam kekerasan yang dialami M. Pun rangkaian perbuatan BY sejak Januari sampai November 2022. “Kami memang belum mendengar semua informasi dari Pak BY atas seluruh rangkaian peristiwa ini. Karena memang ini adalah masalah kekeluargaan saja. Masalah antara hubungan suami istri biasa,” begitu ujar Ahmad saat menjawab semua pertanyaan dari Republika.