REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realitas politik berubah setelah PDIP dalam gerak cepat dan mendadak mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden (bacapres). Sendiri maupun mandiri, PDIP sebenarnya dapat mengusung capres sendiri pada Pilpres 2024.
Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini menilai, keputusan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri tanpa konsultasi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menetapkan capres membuat kontroversi dan pertentangan pengusungan Puan Maharahi dan Ganjar selesai. Tetapi, masalah baru kini muncul.
"Kekuatan politik Jokowi dan PDIP bersaing dengan implikasi baru pada peta politik nasional dan mulai terjadi proses koalisi yang semakin mengerucut pada tiga calon dengan kakuatannya masing-masing," kata Didik kepada Republika.co.id di Jakarta, Sabtu (27/5/2023).
Menurut Didik, Jokowi menjadi faktor signifikan yang tidak biasa dalam kontestasi Pilpres 2024. Hal itu karena dalam pilpres sebelumnya, presiden yang akan mundur tidak terlibat lansung dalam politik praktis mengarahkan dan mendukung capres selanjutnya.
Didik menyinggung Presiden Habibie, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tidak cawe-cawe ikut masuk ke dalam politik praktis pilpres. Mereka memilih menjadi negarawan setelah masa jabatannya habis.
Dia menilai, Jokowi lain lagi, ikut terlibat dan partai ingin mendapatkan manfaat dari dukungan politik RI 1. "Sehingga peta baru pilpres menjadi aneh dan berbeda dibandingkan lima tahun sebelumnya, tapi juga menarik bagi lainnya," kata Didik.
Eks politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut menilai, Koalisi Indonesia Baru (KIB) yang dibentuk untuk cenderung mengusung Ganjar bersama Jokowi kehilangan angin. Dan, secara mengejutkan mulai berbalik untuk mengusung Prabowo Subianto.
Hal itu diperkuat oleh relawan Jokowi yang mencetuskan memilih Prabowo sebagai bacapres, yang mungkin diusung oleh Jokowi. "Pertentangan dan perselisihan elite kemudian semakin meluas dan bahkan menjadi lebih keras dalam hal capres dan akan berlanjut semakin tegang saat kampanye dan saat pilpres nanti," kata Didik.
Dia menyebut, Pilpres 2024 belum mulai, tetapi ketegangan di lapangan sudah terasa panas. Hal itu karena banyak sekali upaya mengganjal bacapres Koalisi Perubahan Anies Rasyid Baswedan, karena dianggap berseberangan dengan Jokowi.
"Itu terlihat dari presiden tidak mengundang Nasdem ketika mengundang partai-partai politik yang dianggap koalisi di bawah Jokowi. Pertentangan yang keras telah terjadi antara Nasdem versus Jokowi selama beberapa bulan terakhir ini dan mungkin akan terus berlanjut ke depan," ujar Didik.