Ahad 28 May 2023 12:05 WIB

Jawab Ketertinggalan dan Ketimpangan Pendidikan, Guru-Guru Berkeliling Nusantara

Permasalahan distribusi pendidikan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan efisien.

Red: Fernan Rahadi
Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal mengisi materi pada acara workshop Corss Kunjungan dari Supiori dan Bali bertajuk GSM Yogyakarta Istimewa: Membangun Spirit untuk Terus Bergerak Menuju Perubahan di SDN Klitren Kota Yogyakarta, Kamis (25/5/2023).
Foto: Republika/Fernan Rahadi
Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal mengisi materi pada acara workshop Corss Kunjungan dari Supiori dan Bali bertajuk GSM Yogyakarta Istimewa: Membangun Spirit untuk Terus Bergerak Menuju Perubahan di SDN Klitren Kota Yogyakarta, Kamis (25/5/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Di tengah suasana Hari Pendidikan Nasional yang jatuh 2 Mei lalu, masyarakat Indonesia kembali diingatkan bahwa ketimpangan pendidikan masih ada. Masih banyak guru dari daerah yang jauh tertinggal akibat keterbatasan akses sumber daya pengetahuan dan minimnya kesempatan pelatihan dari pemerintah.

Melihat fenomena tersebut, Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) berusaha mempertemukan para guru-guru dari seluruh penjuru nusantara di satu tempat. Melalui program Cross Kunjungan Komunitas GSM, diharapkan pertemuan tersebut dapat menjembatani ketimpangan yang ada.

"Cross Kunjungan dilakukan agar para guru dapat menjalani connectedness untuk bertukar gagasan dan pengetahuan, tetapi yang paling utama adalah pengalaman batin. Karena untuk menggerakan seseorang berubah atau bertransformasi, kita perlu untuk menularkan energi positif yang telah tertanam di guru-guru pegiat GSM kepada guru-guru di daerah lain," ujar Pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, dalam acara School Expo GSM & Gelar Karya SDN Klitren di Yogyakarta, Kamis (25/5/2023).

Rizal menegaskan, energi positif tersebut tidak bisa dilakukan oleh internet, tetapi hanya bisa dilakukan oleh manusia. "Maka dengan saling mengunjungi komunitas dan sekolah yang jaraknya berjauhan, para guru akan terajut kembali solidaritas dan penerimaan atas keberagaman di tengah potensi keterbelahan masyarakat di era media sosial. Inilah yang dibutuhkan pendidikan masa depan," tutur Rizal menambahkan.

Melalui Cross Kunjungan, kata Rizal, permasalahan distribusi pendidikan yang tidak merata dapat dilakukan dengan lebih mudah, efisien, dan tidak birokratis. Hal tersebutlah yang menjadikan ketimpangan kualitas pendidikan akan semakin kecil.

"Kalau menunggu program dari pemerintah akan sangat lama sekali, Cross Kunjungan bisa menciptakan jejaring batin dengan arah pendidikan dan orientasi pendidikan yang lebih benar. Kesenjangan dalam pendidikan bisa terjadi karena banyak hal, salah satunya letak geografis dan jumlah serta kualitas guru yang berbeda-beda. Maka dengan program ini bisa meningkatkan mobilitas untuk komunitas yang tertinggal, dan kecepatan untuk meningkatkan dunia pendidikan akan berjalan secara signifikan," tutur Rizal.

photo
Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal (tengah, baju putih) bersama para siswa SDN Klitren pada acara School Expo GSM & Gelar Karya SDN Klitren di halaman SDN Klitren Kota Yogyakarta, Kamis (25/5/2023) - (Republika/Fernan Rahadi)
 

Menurut Rizal, Cross Kunjungan juga membuat orientasi guru tidak melulu pada hal material seperti infrastruktur sekolah, atau rendahnya upah, tetapi fokus pada pemberdayaan diri untuk keluar dari permasalahan dan pengejaran perubahan melalui kerja sama. "Cara reformasi seperti inilah yang akan membuat profesi guru menjadi sesuatu yang sangat bernilai," kata Rizal.

Manfaat dari aksi saling berkunjung itu salah satunya dirasakan oleh seorang guru dari SMKN 1 Jambu Kabupaten Semarang, Muhammad Ali Sodikin. Selain ke Yogyakarta, Ali di antaranya telah melakukan Cross Kunjungan ke wilayah pelosok yaitu Supiori, Papua. Ia pun merasa menemukan kebermaknaan dalam melihat kebebasan dalam mendidik sesuai kemampuan potensi daerah masing-masing.

"Jika kita belum mengenal saudara-saudara di Supiori terkesan ada jarak karena perbedaan suku, ras, agama, dan bahkan fisik, maka setelah mengenal lebih dekat ternyata di luar dugaan bahwa saudara di Supiori sangat menghargai tamu. Dan dalam pengajaran di sana, anak didik diberi ruang berkarya dan berkreasi yang hasilnya ternyata luar biasa di luar ekspektasi kita," kata Ali.

Hal yang mirip juga dirasakan seorang guru SDN Kedungkrisik Kota Cirebon, Yayah Kodariyah. Menurut Yayah, budaya Cross Kunjungan harus dijadikan momen berkala karena ini penting untuk menambah pengalaman dan membuka wawasan guru-guru terhadap perubahan, seperti menggali kebijakan daerah lain yang bisa dibagikan di daerahnya sendiri. 

"Saya juga melihat guru-guru di Supiori selalu antusias dan haus akan belajar dari kita sebagai guru yang datang ke sana," ujar Yayah.

photo
Suasana acara School Expo GSM & Gelar Karya SDN Klitren di halaman SDN Klitren Yogyakarta, Kamis (25/5/2023). - (Republika/Fernan Rahadi)
 

Di Yogyakarta kemarin, para guru yang melakukan Cross Kunjungan bisa melihat bagaimana para siswa SDN Klitren diajarkan mengenali potensi utama wisata Yogya melalui aktivitas membatik  Tak hanya membuat ragam batik, siswa di sekolah itu secara berkala didorong memamerkan karyanya pada publik. "Ada lima sampai enam jenis batik yang dipelajari dan dibuat siswa di sekolah ini," kata Kepala SDN Klitren Kota Yogyakarta, Sri Wahyuni.

Selain ke Kota Yogyakarta, Cross Kunjungan Komunitas GSM sepanjang bulan Mei ini juga dilakukan di sejumlah wilayah lain seperti Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan, Semarang, Boyolali, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Supiori, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bangkalan, dan Kota Cirebon.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement