REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang warga bernama Linda Susanti mengaku siap dipanggil KPK untuk mengonfirmasi rekaman yang sempat dia serahkan ke lembaga antirasuah itu terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara yang menjerat Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan. Linda mengaku tak memiliki kepentingan apa pun dalam kasus ini.
"Saya di sini kan tidak punya kepentingan apapun, enggak kepentingan ke Hasbi, enggak punya kepentingan ke KPK," kata Linda alias Oca kepada wartawan, Sabtu (27/5/2023).
Linda menegaskan bahwa dirinya tidak mengenal Hasbi. Namun, dia merasa perlu melaporkan rekaman yang didapatnya itu ke KPK untuk membantu pengusutan kasus ini.
Meski demikian, Linda merasa tidak aman setelah mengadukan rekaman itu ke KPK. Dia mengungkapkan, dirinya sering dibuntuti oleh orang tidak dikenal ketika berada dalam perjalanan. Bahkan, ia menyebut, ada orang yang mendatangi tetangganya untuk mencari kebenaran alamat rumahnya.
Menanggapi hal tersebut, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan, pemberian perlindungan terhadap pelapor dugaan kasus hukum, seperti Linda mungkin saja dilakukan. Salah satu syaratnya adalah ia harus melapor ke polisi untuk memastikan ada peristiwa pidana terhadap dirinya.
"LPSK bisa beri perlindungan bila peristiwa yang dialami dilaporkan dalam konteks pidana," kata Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu.
Edwin menjelaskan, seseorang tidak bisa hanya melaporkan adanya ancaman dan langsung meminta perlindungan. LPSK tentu akan memutuskan pihak mana yang masuk dalam kategori perlu mendapat perlindungan atau tidak.
Sebelumnya, Linda pernah mendatangi KPK dan menyerahkan flashdisk berisi rekaman yang ia klaim berkaitan dengan dugaan suap penanganan perkara di MA pada Senin (15/5/2023). Dia pun berharap agar KPK dapat mempelajari informasi maupun data yang ia serahkan tersebut.
Kemudian, Linda juga sempat menghampiri Hasbi Hasan saat hendak masuk ke Gedung Merah Putih KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Rabu (24/5/2023). Linda mengaku memiliki rekaman yang diduga terkait dugaan suap penanganan perkara di MA.
"Saya punya rekaman Pak, ini rekaman Pak," kata Linda ke Hasbi, saat itu.
Hasbi pun sempat merespons pernyataan yang disampaikan oleh Linda. Dia mengatakan, agar bukti rekaman itu diserahkan ke kuasa hukumnya. "Ke pengacara saya saja," ujar Hasbi singkat sambil memasuki lobi Gedung Merah Putih KPK.
Sebelumnya, dalam surat dakwaan Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno yang dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (18/1/2023), nama Hasbi Hasan disebut ikut membantu pengurusan perkara di MA. Hasbi bertemu dengan Yosep dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka, melalui Dadan Tri Yudianto sebagai perantara pada Maret 2022.
KPK pun telah menetapkan sebanyak 15 tersangka dalam kasus dugaan suap penangan perkara di MA, termasuk hakim agung nonaktif, Sudrajad Dimyati dan Gazalba. Mereka pun kini telah ditahan.
Adapun dari jumlah tersebut, delapan di antaranya merupakan pejabat dan staf MA, yakni hakim yustisial atau panitera pengganti di MA Edy Wibowo (EW); hakim yustisial sekaligus panitera pengganti pada Kamar Pidana MA RI dan asisten Gazalba, Prasetio Nugroho (PN); dan staf Gazalba, Redhy Novarisza (RN). Kemudian, hakim yustisial/panitera pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP); dua orang PNS pada kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua PNS MA, yaitu Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Sementara itu, empat tersangka lainnya, terdiri atas dua pengacara bernama Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta dua pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID), Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS). KPK juga telah menahan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karya Makassar, Wahyudi Hardi.