Ahad 28 May 2023 17:15 WIB

NATO Desak Kosovo Kurangi Ketegangan dengan Serbia

Serbia menempatkan tentaranya dalam keadaan siaga tempur penuh

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
 Polisi Kosovo berdiri di perlintasan perbatasan Merdare yang ditutup antara Kosovo dan Serbia. NATO mendesak Kosovo untuk mengurangi ketegangan dengan Serbia
Foto: AP/Visar Kryeziu
Polisi Kosovo berdiri di perlintasan perbatasan Merdare yang ditutup antara Kosovo dan Serbia. NATO mendesak Kosovo untuk mengurangi ketegangan dengan Serbia

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- NATO mendesak Kosovo untuk mengurangi ketegangan dengan Serbia pada Sabtu (27/5/2023), sehari setelah pemerintahnya secara paksa memasuki gedung-gedung pemerintah untuk melantik para walikota yang beretnis Albania di wilayah etnis Serbia di bagian utara negara itu.

Bentrokan yang terjadi pada Jumat (26/5/2023), antara polisi Kosovo dan para pengunjuk rasa yang menentang walikota etnis Albania membuat Serbia menempatkan tentaranya dalam keadaan siaga tempur penuh dan memindahkan unit-unitnya lebih dekat ke perbatasan.

Baca Juga

"Kami mendesak lembaga-lembaga di Kosovo untuk segera meredakan ketegangan dan menyerukan kepada semua pihak untuk menyelesaikan situasi ini melalui dialog," ujar Oana Lungescu, juru bicara aliansi militer trans-Atlantik dalam sebuah unggahan di Twitter.

Ia mengatakan bahwa KFOR (The Kosovo Force), misi penjaga perdamaian yang dipimpin NATO berkekuatan 3.800 orang di Kosovo, akan tetap waspada. Situasi masih tegang di bagian utara negara itu di mana pasukan polisi bersenjata lengkap dengan kendaraan lapis baja menjaga gedung-gedung kota.

Perdana Menteri Kosovo, Albin Kurti, membela tindakan polisi yang mengawal para walikota baru pada hari sebelumnya. "Adalah hak mereka yang terpilih dalam pemilu demokratis untuk menjabat tanpa ancaman atau intimidasi. Ini juga merupakan hak warga negara untuk dilayani oleh para pejabat yang terpilih," kata Kurti pada Sabtu.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada hari Jumat mengkritik pemerintah Kurti atas tindakannya di wilayah utara. Dimana Blinken menilai tindakan tersebut seharusnya tidak dilakukan. "..meningkatkan ketegangan yang tidak perlu, (yang) merongrong upaya kami untuk membantu menormalkan hubungan antara Kosovo dan Serbia dan akan berdampak pada hubungan bilateral kami dengan Kosovo," kata Blinken.

Hampir satu dekade setelah berakhirnya perang di sana, orang-orang Serbia di wilayah utara Kosovo tidak menerima deklarasi kemerdekaan Kosovo dari Serbia pada tahun 2008 dan masih menganggap Beograd sebagai ibu kota mereka. Sementara etnis Albania membentuk lebih dari 90 persen populasi di Kosovo, dengan Serbia hanya menjadi mayoritas di wilayah utara.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement