Senin 29 May 2023 09:16 WIB

Sosiolog UGM: Pemilu 2024 Perlu Hadirkan Pertarungan Gagasan

Ikatan dalam politik hendaknya dibangun atas dasar kolaborasi.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Pengamat politik UGM, Arie Sujito.
Foto: Republika/Wihdan H
Pengamat politik UGM, Arie Sujito.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito, menilai pertarungan gagasan perlu dihadirkan dalam Pemilu 2024 mendatang. Ia berharap ada pembeda yang dibawa oleh para calon presiden (capres) nantinya.

"Harus ada perdebatan substansi apakah soal hukum, soal ekonomi, itu harus mewarnai mestinya ya, karena dengan seperti itu kelihatan nih mulai dari Ganjar, Anies, Prabowo, Cak Imin, Airlangga Hartarto, itu harus ada pembeda mereka, bukan dibedakan oleh karena grup yang berbeda, bukan, tapi dia lahir dari kalau terjadi pertarungan orang akan bisa mendengar, 'oh kalau nanti calonnya ini akan membawa ini', 'kalau calonnya ini akan membawa ini', begitu," kata Arie dalam acara Pojok Bulaksumur UGM belum lama ini. 

Selain gagasan dari tokoh, Arie menilai partai politik juga perlu menyampaikan gagasannya. Ia menyayangkan pertarungan partai politik yang terjadi sekarang justru terjadi antara blok-blok politik. 

"Yang kita perlukan sekarang ini adalah pertarungan antarpartai itu, bukan ditandai oleh konspirasi blok-blok politik yang akhirnya mereka sebetulnya bukan bertarung ide, tetapi hanya bertarung ini grup siapa dulu dengan grup ini tawarannya kayak apa begitu," ucapnya.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Pengabdian kepada Masyarakat dan Alumni UGM tersebut menjelaskan ikatan dalam politik hendaknya dibangun atas dasar kolaborasi terkait agenda nasional apa yang akan dikawal. Namun, yang terjadi saat ini adalah pelumpuhan partai oleh politisinya sendiri.

"Sebenarnya di era demokrasi itu masyarakat berkehendak ada partai itu menguat tapi partai itu dilumpuhkan oleh politisinya sendiri karena dia tidak percaya pada politik. Contohnya apa? ini yang berulang kali saya katakan aneh memang demokrasi tapi anti politik, bahkan politisi itu menuduh ada periswa-peristiwa hukum 'oh ini politisasi', dirinya politisi kok, ini kan aneh menurutku," katanya.

Arie menambahkan, elite politik kini cenderung memilih zona nyaman, dan tidak berani beradu argumen. Ia berharap Pemilu 2024 menjadi momentum untuk  menghadirkan gagasan kepada masyarakat. 

"Saya untuk bisa disetujui blok ini saya mengasosiasikan dan identitas pada blok ini sama juga begitu dan satu sama lain begitu. Nah oleh karena itu, saya katakan ini saatnya menjadikan momentum pemilu itu untuk masyarakat menginterupsi dengan cara apa? perdebatan harus dibangun. Basis-basis asosiasi, politik, dan soal desa dan sebagainya itu harus dihadirkan dalam diskursus pemilu," katanya.

Ia menuturkan, semakin banyak ide dari masyarakat tentang pangan, energi, tata ruang, utang luar negeri, sumber daya ekonomi, dan lain-lain, maka otomatis akan menggeser politik identitas. Menurutnya kalau ini akan dimunculkan maka akan menggeser blok-blok oligarki yang dinilainya semakin mengental.

"Di situlah mimpi besar saya pemilu harus menjadi arena pembentukan transformasi citizenship," katanya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement