Senin 29 May 2023 10:32 WIB

Pesawat C919 Buatan Cina Siap Patahkan Monopoli Boeing dan Airbus

Pesawat jet dari COMAC ini siap mematahkan monopoli Airbus dan Boeing

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Pesawat C919, yang dibuat oleh Commercial Aviation Corporation of Cina (COMAC), mengangkut sekitar 130 penumpang dalam penerbangan perdananya
Foto: AP
Pesawat C919, yang dibuat oleh Commercial Aviation Corporation of Cina (COMAC), mengangkut sekitar 130 penumpang dalam penerbangan perdananya

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China Eastern Airlines Corp Ltd mengoperasikan pesawat jet C919 berbadan sempit buatan Cina, untuk melayani penumpang perdana pada Ahad (29/5/2023). Penerbangan komersial pertama ini menjadi tonggak sejarah bagi Cina, sebagai negara Asia dalam upaya negara tersebut untuk menjadi lebih mandiri.

Pesawat C919 adalah produk dari Commercial Aviation Corp of China (COMAC) yang didukung oleh pemerintah Cina. COMAC mulai mengembangkan pesawat jet ini 15 tahun yang lalu untuk menyaingi A320neo dari Airbus SE dan bagian dari keluarga jet berlorong tunggal 737 MAX dari Boeing Co.

Baca Juga

Presiden Xi Jinping memuji proyek ini sebagai kemenangan inovasi Cina. Sementara pada Ahad, media pemerintah memuji pesawat ini sebagai simbol kehebatan industri dan kebanggaan nasional.

"Setelah upaya selama beberapa generasi, kami akhirnya mematahkan monopoli penerbangan Barat dan membebaskan diri dari penghinaan '800 juta kemeja untuk satu Boeing'," tulis Beijing Daily.

Istilah '800 juta kemeja untuk satu Boeing', mengacu pada tahun-tahun awal reformasi ekonomi sekitar 40 tahun yang lalu saat Cina perlu memproduksi tektil dalam jumlah besar, hanya untuk membeli sebuah pesawat Airbus A380 dari Prancis.

Pesawat C919 lepas landas pada pukul 10.32 pagi dari Bandara Internasional Hongqiao Shanghai di mana COMAC dan China Eastern Airlines berkantor pusat. Pesawat C919 ini mendarat dua jam kemudian di Bandara Ibu Kota Beijing, demikian ditunjukkan oleh aplikasi pelacak penerbangan Variflight.

"Saya yakin dengan pesawatnya. Penerbangannya lebih lancar dari yang diperkirakan," kata salah satu dari 130 penumpang kepada stasiun televisi pemerintah CCTV, saat turun dari pesawat.

Pesawat C919 ini dijadwalkan kembali ke Shanghai pada Ahad, kemudian melakukan penerbangan dua arah yang lebih panjang ke kota barat daya Chengdu pada Senin (29/5/2023).

Lv Boyuan, seorang mahasiswa berusia 21 tahun dan penggemar dunia penerbangan, berada di bandara Shanghai pada Ahad untuk terbang ke Chengdu dari mana ia berencana untuk kembali dengan C919 keesokan harinya.

"Saya sangat menantikan penerbangannya, terutama karena ini adalah pesawat generasi baru, tidak seperti pesawat Boeing dan Airbus yang sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu," kata Lv.

Pesawat C919 melakukan penerbangan pertamanya pada tahun 2017 setelah penundaan selama bertahun-tahun dan telah menjalani berbagai penerbangan uji coba sejak saat itu.

Maskapai penerbangan China Eastern Airlines yang didukung oleh pemerintah, memesan lima pesawat jet pada Maret 2021. Maskapai ini menerima pengiriman pesawat pertama pada bulan Desember dan mengatakan bahwa mereka berharap untuk menerima sisanya tahun ini.

Secara keseluruhan, COMAC telah memenangkan 1.035 pesanan dari 32 pelanggan pada akhir tahun 2022. Seorang pejabat perusahaan mengatakan kepada media bahwa jumlahnya melebihi 1.200 unit.

Produsen pesawat ini memperkirakan produksi tahunan akan mencapai 150 jet C919 dalam waktu lima tahun, demikian dilaporkan media domestik pada Januari.

Meskipun dirakit di Cina, C919 sangat bergantung pada komponen Barat, termasuk mesin dan avionik, dari perusahaan-perusahaan seperti General Electric Co, Safran SA dan Honeywell International Inc.

Li Hanming, seorang pakar independen di industri penerbangan Cina, mengatakan sebagian besar pesanan C919 adalah surat pernyataan minat dari pelanggan domestik. Beberapa pembeli asingnya termasuk lessor GE Capital Aviation Services. "Untuk C919, pasar domestik cukup besar," tambahnya.

Pasar internasional masih dipertanyakan mengingat regulator Eropa maupun Amerika Serikat belum memberikan sertifikasi untuk pesawat ini, ujar Greg Waldron, redaktur pelaksana Asia untuk publikasi industri penerbangan FlightGlobal.

"Sampai hal ini terjadi, pasar internasional utama akan tertutup untuk C919," katanya.

Pendahulu C919, ARJ21, adalah pesawat jarak pendek dengan 90 kursi yang mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2016 dan diterbangkan oleh maskapai-maskapai besar Cina dan juga TransNusa dari Indonesia.

"Penggunaan ARJ21 di Indonesia mengindikasikan masa depan internasional C919 terutama di negara berkembang," kata Waldron.

COMAC juga sedang mengembangkan jet berbadan lebar CR929 bekerja sama dengan Rusia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement