REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim dan tim kuasa hukum aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti terlibat debat sengit dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (29/5/2023).
Debat itu menyoal ketidakhadiran Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan selaku saksi pelapor dalam perkara pencemaran nama baik tersebut.
Debat diawali jaksa penuntut umum (JPU) yang melampirkan surat ketidakhadiran Luhut karena tengah melakukan "tugas negara" di luar negeri. Luhut meminta agar sidang diundur menjadi tanggal 8 Juni 2023. Majelis hakim yang mengakomodasi permintaan itu jadi sasaran kritik kubu Haris-Fatia.
"Kami sudah baca surat permohonan untuk usulan tanggal 8 ini dari kuasa hukum. Ini kuasa penuh bagi majelis hukum untuk tentukan waktunya. Kami ingin Yang Mulia tentukan sendiri sesuai jadwal persidangan untuk independensi, kemandirian peradilan. Kalau harus Senin ya Senin, jangan ditentukan kapan yang dia (Luhut) inginkan," ujar anggota tim kuasa hukum Haris-Fatia, Muhammad Isnur, dalam persidangan tersebut.
Isnur mengingatkan Luhut selaku saksi pelapor pernah tiba-tiba tidak hadir dalam pemeriksaan di kepolisian. Sehingga dalam kondisi demikian, menurut Isnur mestinya majelis hakim memaksakan kehadiran Luhut pada hari ini.
"Kami ingin dorong majelis hakim untuk tegaknya hukum dan persamaan hak warga negara di hadapan hukum. Entah dia pejabat, menko, presiden, dia harus tunduk di bawah pengadilan," ujar Isnur.
Protes yang berkali-kali diajukan kubu Haris-Fatia tak membuahkan hasil. Majelis hakim justru seolah memberikan perlakuan khusus dengan penyesesuaian waktu sidang seperti jadwal yang diinginkan Luhut. "Kebetulan dia saksi pelapor dan tidak bisa kita ingkari dia pejabat negara diketahui bersama," ujar hakim ketua Cokorda Gede Arthana.
Majelis hakim bahkan sempat "mengancam" hanya akan membacakan kesaksian Luhut kalau ketidakhadirannya terus dipermasalahkan. "Apakah sidang ini mau dilanjutkan tanpa saksi pelapor? Apa mau keterangannya dibacakan saja? Karena itu boleh," ujar Cokorda.