Senin 29 May 2023 14:32 WIB

Guru Geram Nadiem Malah Promosikan Guru Seperti Barang Dagangan

Kebijakan Nadiem soal marketplace seolah merendahkan martabat tenaga pendidik.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Erik Purnama Putra
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.
Foto: Republika/Prayogi
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gagasan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim membuat marketplace sebagai talent pool tenaga guru mendapat kritikan dari guru. Menurut Euis Rahmawati, guru SDN Sukawening IV, Kampung Bangkonol, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pernyataan Nadiem tidak tepat karena seolah menyamakan guru seperti barang dagangan.

"Menurut saya penggunaan kata tersebut memang tidak pantas karena seorang guru itu manusia bukan barang," kata Euis saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Ahad (28/6/2023).

Euis memahami tentang kerisauan Nadiem yang ingin semua guru harus melek teknologi. Meski begitu, niat baik Nadiem yang ingin meningkatkan kapasitas guru malah terkesan merendahkan martabat para tenaga pengajar. "Saya paham akan keinginan Pak Nadiem yang dimaksud, semua guru harus lebih pintar menguasai teknologi," katanya.

Menurut Euis, saat ini sudah banyak perangkat lunak (aplikasi) yang bisa digunakan guru untuk mendukung proses dan sarana belajar mengajar di semua tingkatan. Hanya saja, ia mengingatkan, Indonesia merupakan negara luas, yang wilayahnya tidak sama dengan Jakarta.

Pun infrastruktur sekolah berbeda-beda. "Pak Nadiem kita ini negara yang banyak penduduknya. Berbeda dengan Singapura penduduknya sedikit jadi gampang untuk di atur-atur," kata Euis.

Apalagi, kata dia, beberapa wilayah masih sulit untuk mendapatkan akses internet secara lancar. Sehingga kebijakan Nadiem akan menyulitkan guru di daerah terpencil, terluar, dan tertinggal. "Begitu luasnya negara kita masih banyak beberapa daerah yang mengeluhkan masalah jaringan internet. Apalagi daerah terpencil kasihan yang tidak ada sinyalnya," ujar Euis.

Dia menilai, lebih baik Nadiem berusaha agar guru honorer bisa lebih baik kesejahteraannya. Misalnya, guru honor yang sudah lanjut usia diberi kenaikan gaji. Kebijakan itu lebih dirasakan manfaatnya bagi semua guru daripada mempromosikan guru di marketplace.

"Guru di indonesia itu bukan anak-anak muda semuanya. Kasihan guru honor yang sudah tua yang gaptek, padahal sudah berpengalaman mengajar," katan Euis.

Maryani, guru berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) Kota Bekasi, menyebut, gagasan Nadiem seolah merendahkan martabat tenaga pendidik. "Penggunaan Istilah marketplace sepertinya memang tidak pantas," kata Maryani.

Dia merasa, sudah menjadi hukum alam, jika menteri yang memiliki latar belakang pengusaha, orientasinya akan ke bisnis untuk mendapatkan untung. Maryani pun menentang rencana nadiem yang menyamakan guru seperti barang jualan. "Begitulah ketika seorang pengusaha dijadikan menteri pendidikan," ucap Maryani.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement