REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perpanjangan status organik bagi komoditas rumput laut pada United States Department of Agriculture (USDA) disambut positif para eksportir bahan baku dan olahan rumput laut. Ketentuan tersebut berlaku efektif per 29 Mei 2023 hingga 29 Mei 2028.
Perpanjangan itu pun menjadi kabar baik bagi Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI). "Kami secara berkesinambungan melakukan konsolidasi dan pemantauan lapangan di AS, difasilitasi oleh Kedutaan Besar RI Washington DC," ujar Ketua Umum ARLI Safari Azis dalam keterangan resmi, Senin (29/5/2023).
Dalam upayanya, ARLI dan pemerintah Indonesia terus meyakinkan pemerintah AS dan semua pihak di sana kalau rumput laut Indonesia dibudidayakan secara alami tanpa menggunakan berbagai unsur kimia. Dipastikan budidaya itu pun tidak merusak lingkungan.
"Kita menyambut positif rumput laut masuk kembali dalam daftar komoditas organik. Maka pelaku ekspor bisa terus melakukan pengiriman produk-produk ke AS tanpa harus khawatir," kata dia.
Seperti diketahui, rumput laut setelah melalui proses pengolahan dapat menjadi agar-agar bagi jenis gracilaria dan menjadi carrageenan untuk jenis eucheuma. Ini digunakan sebagai salah satu bahan pencampur (ingredients) umumnya pada produk makanan dan minuman sebagai pengemulsi, pengental, pengenyal, dan lainnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total nilai ekspor komoditas rumput laut di tahun 2022 mencapai 600,3 juta dollar AS, lebih besar dari tahun 2021 yang mencapai 345,1 juta dollar AS. Nilai ekspor rumput laut Indonesia ke Amerika Serikat pada 2022 mencapai 21,7 juta dolar AS, juga lebih besar dari tahun sebelumnya pada 2021 yang mencapai 14,4 juta dollar AS.
"Kami harapkan semua pihak, dari unsur pemerintah dan diaspora Indonesia di AS bisa terus mempromosikan produk-produk Indonesia. Tujuannya agar bisa lebih banyak dijual dan tersebar lebih luas di pasar AS," tuturnya.
Di sisi lain, regulasi di dalam negeri masih menyisakan tantangan bagi para pelaku ekspor rumput laut. Safari juga menyampaikan tentang perlu adanya pembedaan antara Unit Pengolahan Ikan (UPI) dengan Unit Pengolahan Rumput Laut (UPRL) yang dituangkan kedalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Bahkan jika diperlukan melalui mekanisme perubahan undang-undang, serta yang terpenting adalah diimplementasikan kedalam regulasi yang terkait dengan proses sertifikasi, uji mutu maupun prosedur penanganan. Mengingat Rumput Laut yang diproses di UPRL umumnya dari bahan baku untuk menjadi tepung agar-agar dan Tepung Carrrageenan, tidak mutlak dapat langsung dikonsumsi oleh manusia dan masih harus melalui tahapan proses produksi yang panjang sebelum menjadi Hidrokoloid, Bio Plastik, Pakan, Pupuk, serta lainnya.
Berdasarkan Harmonized System Code yang berlaku secara internasional, rumput laut yang masih berupa bahan baku masuk di dalam HS Code 1212 dan produk olahannya masuk dalam HS Code 1302. Keduanya merupakan produk nabati atau nonanimal origin.
Diharapkan hal tersebut bisa menjadi referensi dalam pembedaan UPRL dengan UPI yang bertujuan agar dapat memperlancar kegiatan usaha yang saat ini dibebani oleh berbagai regulasi. Sekaligus mendukung semakin berkembangnya industri hulu dan hilir rumput laut di Indonesia yang berdaya saing di pasar internasional.