REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Putaran kedua pilpres di Turki tuntas dengan kemenangan berada di tangan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Penantang Erdogan dari kubu oposisi, Kemal Kilicdaroglu harus puas dengan dukungan sekitar 47,9 persen suara.
Meski demikian, Kilicdaroglu tak secara eksplisit mengakui kekalahannya dalam pilpres. Ia menegaskan, ini pemilu paling tidak adil yang pernah digelar. Sebab segala sumber daya negara dikerahkan untuk menopang mesin politik Erdogan.
‘’Semua perangkat negara dimobilisasi untuk satu partai dan diletakkan di bawah kaki satu orang, Erdogan,’’ kata Kilicdaroglu yang juga menjabat ketua umum Republican People’s Party (CHP), Ahad (28/5/2023). Ia menyatakan akan terus berjuang untuk demokrasi.
Meski kalah, ia belum memutuskan mengundurkan diri dari pemimpin CHP. Namun, kemungkinan desakan dia untuk mundur akan kian kencang setelah kekalahan pilpres Ahad. Sebab, ini bukan kekalahan pertama yang ditanggungnya sejak ia memimpin partai pada 2010.
Baca Juga: Turki Lebih Memilih Sosok Pemimpin Tangguh daripada Nice Guy
Di bawah kepemimpinannya, CHP kalah dalam pemilu parlemen tahun 2011, 2015, 2018 dan 2023. Saat pemilu presiden 2014 dan 2018, CHP mendukung kandidat yang juga kalah. Pencapresan Kilicdaroglu pada tahun ini juga sempat dipertanyakan.
Hingga akhirnya, sekutu kunci, Meral Aksenser, menarik dukungannya. Menurut Aljazirah, Senin (29/5/2023), sekarang para politisi oposisi tampaknya mencari sosok selain Kilicdaroglu yang lebih potensial mampu mengalahkan pejawat di masa mendatang.
Mereka adalah Ekrem Imamoglu dan Mansur Yavas, masing-masing merupakan wali kota Istanbul dan Ankara. Mereka digadang-gadang sebagai pemimpin masa depan. Pada pilpres kemarin, di dua kota ini Erdogan harus mengakui kekuatan dukungan pada Kilicdaroglu.