REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Edukasi Keuangan 2022, Tingkat Indeks Inklusi Keuangan Kalimantan Tengah berada di angka 81,30 persen dan Indeks Literasi Keuangan sebesar 32,73 persen. Kedua indeks tersebut berada di bawah indeks nasional yang tercatat masing-masing sebesar 85,10 persen dan 47,44 persen.
Dari hasil survei 2022 tersebut, Kepala OJK Kalteng Otto Fitriandy memaparkan dibandingkan dengan survei 2019, terdapat peningkatan indeks Inklusi Keuangan sebesar 6,5 persen, tapi penurunan pada tingkat literasi sebesar 3,49 persen. Kondisi ini yang membuat ketimpangan semakin tinggi antara indeks inklusi dan literasi keuangan yaitu sebesar 48,57 persen. Bisa diartikan hampir separuh dari masyarakat tidak memahami produk dan layanan keuangan yang mereka gunakan.
Baik mahasiswi maupun masyarakat perlu memahami karakteristik produk dan layanan jasa keuangan yang mempengaruhi keyakinan untuk menggunakan produk dan layanan jasa keuangan. "Dengan begitu, mereka nantinya dapat memilih produk keuangan yang tepat dan dibutuhkan dalam rangka merencanakan keuangannya, serta membawa manfaat dan meningkatkan kesejahteraan," kata Otto di Palangka Raya, Senin (29/5/2023).
Kepala Subbagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen (EPK), OJK Kalimantan Tengah Ricky Chandra menambahkan, ciri-ciri maupun kerugian dari pinjaman online ilegal. Di antaranya seperti tidak memiliki izin resmi.
"Pinjaman online ilegal biasanya juga dalam pemberian syarat sangat mudah dengan melengkapi data dari KTP, foto diri maupun nomor rekening," kata Ricky.
Dia memaparkan, pinjaman online ilegal biasanya juga memiliki bunga atau biaya atau denda pinjaman tak terbatas, ancaman teror, penghinaan, pencemaran nama baik, hingga penyebaran foto dan video. Identitas pengurus dan alamat kantornya tidak jelas dan penawaran pinjaman melalui saluran komunikasi pribadi tanpa izin.