REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak meminta rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah di Jatim saling bersinergi. Untuk mewujudkan upaya tersebut, perlu dilakukannya rembug bersama jajaran pemerintah daerah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ditemukan.
Utamanya terkait rujukan yang kerap ditolak rumah sakit. "Sebab kami khawatirnya pemda setempat ini tidak tahu bahwa di lapangan masih terjadi masalah seperti soal rujukan dari puskesmas atau yang lainnya. Sebab ini sudah ranah pemda. Saya rasa perlu adanya dialog untuk menciptakan harmoni ini," kata Emil.
Ditegaskan, keberadaan RS swasta harus beriringan dengan RS pemerintah. Apalagi jumlah rumah sakit di Jatim yang mencapai 411 unit, dengan persentase RS swasta lebih banyak dibanding RS pemerintah . Terutama di Kota Surabaya, Gresik, dan Kota Malang.
"Kehadiran RS swasta ini harus bisa menjadi pelengkap. Biasanya terjadi masalah perihal rujukan BPJS dari PBI dan pemda, ini karena sudah ada tendensi politik yang terlibat," ujar Emil.
Ia lantas menekankan, dalam menciptakan sebuah kualitas layanan kesehatan yang baik, penting adanya sebuah kompetisi dalam hal positif. Dalam hal ini kompetisi dari para SDM tenaga kesehatan yang sudah ada dengan SDM tenaga kesehatan yang baru.
"Tapi ini perlu adanya trust dari stakeholder dengan private sector. Kita harus membangun kompetisi dengam hadirnya kebaruan SDM. Tapi ini perlu di moderasi. Competition create quality, tapi tetap perlu moderasi," ujar dia.
Emil melanjutkan, upaya meningkatkan mutu rumah sakit swasta dan pemerintah juga selaras dengan upaya menjaga masyarakat agar tidak melakukan pengobatan di layanan kesehatan yang ada di luar negeri. Saat ini, kata dia, ada tiga negara besar di Asia menjadi tujuan untuk pengobatan.
Yakni Malaysia, Thailand, dan Tiongkok. Adapun faktor-faktor yang membuat masyarakat memilih berobat ke luar negeri adalah tingkat kepuasan dan kelengkapan fasilitas, sikap petugas, dan kemudahan pelayanan.
Mayoritas penyakit yang diderita masyarakat yang berobat ke luar negeri yaitu penyakit jantung, saluran pencernaan, dan kanker. Alasan lain mereka berobat ke luar negeri, lanjut Emil, karena layanan yang canggih dan layanan dengan kualitas lebih tinggi dibandingkan di Indonesia.
Selain itu, karena sistem pelayanan kesehatan rujukan di sana mengalami transformasi, sejalan dengan tuntutan masyarakat akan pelayanan berkualitas.
"Sebetulnya ini yang disebut kapitasi. Pemda setempat merasa dengan kapitasi semua akan mendapat bagian dengan jumlah yang sama. Namun, menurut saya pribadi seharusnya kapitasi-kapitasi seperti ini diminimalisir," kata Emil.
Emil melanjutkan, pengobatan masyarakat tidak hanya harus selesai di tingkat puskesmas. Karena tugas puskesmas hanyalah layanan promotif dan preventif. "Masyarakat yang memiliki BPJS juga berhak mendapat pelayanan dari rumah sakit, bukan hanya selesai di puskesmas saja," kata dia.
Dalam upaya meningkatkan akses dan kualitas layanan runah sakit, perlu ada sinergitas antara RS pemerintah dan RS swasta. Yakni dengan saling berkolaborasi dan melengkapi kompetensi pelayanan kesehatan yang dimiliki dengan standar pelayanan yang sama baik RS pemerintah maupun RS swasta.