Selasa 30 May 2023 11:58 WIB

Polisi Cina dan Pendemo Bentrok Akibat Rencana Penghancuran Masjid

Muslim di Cina barat daya mencoba menghentikan upaya penghancuran atap kubah masjid

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Muslim Cina dari kalangan etnis Hui tengah melaksanakan shalat. Muslim di Cina barat daya itu mencoba menghentikan upaya penghancuran atap kubah masjid berusia berabad-abad
Foto: AP
Muslim Cina dari kalangan etnis Hui tengah melaksanakan shalat. Muslim di Cina barat daya itu mencoba menghentikan upaya penghancuran atap kubah masjid berusia berabad-abad

REPUBLIKA.CO.ID, KUNMING -- Penduduk kota mayoritas Muslim di Cina barat daya bentrok dengan polisi selama akhir pekan. Mereka mencoba menghentikan upaya penghancuran atap kubah masjid berusia berabad-abad, bagian dari upaya Partai Komunis Cina untuk mengontrol agama.

Lusinan petugas dengan perlengkapan anti huru hara memukul mundur massa, saat mereka mendorong ke arah gerbang Masjid Najiaying, Sabtu (27/5/2023). Masjid ini merupakan pusat ibadah dan ajaran agama penting bagi etnis Muslim Hui di provinsi Yunnan.

Sebuah video pun beredar di media sosial terkait insiden ini. Dalam rekaman itu, terlihat pula polisi mundur dari daerah itu, sementara para demonstran melakukan aksi duduk di luar gerbang yang berlanjut hingga malam. Dalam video lainnya, terlihat lusinan petugas melakukan kamuflase dari polisi bersenjata di hari berikutnya.

Dilansir di Washington Post, Selasa (30/5/2023), insiden itu tampaknya berkaitan dengan putusan pengadilan dari tahun 2020, yang memutuskan beberapa renovasi masjid terbaru itu ilegal dan memerintahkan pembongkaran.

Panggilan yang dilakukan ke nomor telepon lokal langsung masuk ke pesan yang menunjukkan saluran sedang sibuk, Senin (29/5/2023). Aktivis berspekulasi bahwa pihak berwenang telah memutus layanan seluler lokal.

Di sisi lain, Polisi Kabupaten Tonghai menyebut insiden itu sangat berbahaya bagi manajemen sosial yang tertib. Mereka mendesak siapa pun yang terlibat agar menyerahkan diri kepada penegak hukum sebelum 6 Juni, agar mendapat hukuman yang lebih ringan.

Dengan sejarah yang terbentang hingga abad ke-13, Masjid Najiaying telah diperluas berkali-kali selama bertahun-tahun, termasuk penambahan empat menara dan atap kubah. Pada 2019, sebagian bangunan itu terdaftar sebagai peninggalan budaya yang dilindungi.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir pembatasan yang dilakukan Partai Komunis terhadap orang beriman telah meningkat tajam. Pemimpin tertinggi negara itu, Xi Jinping, menuntut kesetiaan politik mutlak dari komunitas agama dan “Sinisisasi” agama.

Pengawasan terhadap pemuka agama juga diintensifkan. Database nasional guru agama Islam, Protestan dan Katolik yang disetujui secara resmi telah diluncurkan bulan ini.

Kampanye tersebut berfokus pada Islam dan Kristen, karena ketakutan partai yang mendalam bahwa agama menjadi vektor pengaruh asing. Selain membatasi pertukaran dan donasi internasional, pihak berwenang telah merombak bangunan keagamaan yang tampilan luarnya dianggap tidak cukup Cina.

Xinjiang, wilayah barat laut yang merupakan rumah bagi jutaan Muslim Uyghur yang berbahasa Turki, paling terpukul. Di sana, dorongan Sinisasi digabungkan dengan program “deradikalisasi” penahanan massal dan pendidikan ulang.

Tahun lalu, PBB memutuskan apa yang dilakukan terhadap Muslim Uyghur memiliki kemungkinan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Perkiraan jumlah masjid dan tempat suci yang dihancurkan di wilayah tersebut mencapai ribuan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement