REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Kepolisan Kerajaan Malaysia (PDRM) membuka penyelidikan terhadap pihak yang mengaku sebagai para ahli waris Kesultanan Sulu karena dianggap melakukan tindakan yang mengancam keamanan nasional.
Kepala Kepolisian Kerajaan Malaysia (PDRM)Acryl Sani Abdullah Sani melalui pernyataan di Kuala Lumpur, Selasa (30/5/2023), mengatakan pihaknya menerima laporan dari Dirjen Divisi Urusan Hukum (BHEUU) Departemen Perdana Menteri (JPM) mengenai sekelompok penggugat. Para penggugat itu mengaku sebagai ahli waris Kesultanan Sulu.
Laporan tersebut dibuat menyusul klaim penggugat melalui pemberitahuan arbitrase yang diajukan kepada pemerintah Malaysia pada 30 Juli 2019, dengan estimasi klaim lebih dari 32 miliar dolar AS atau sekitar Rp 479.486 triliun. Klaim tersebut merupakan ancaman terhadap keamanan nasional, katanya menegaskan.
Ia mengatakan PDRM melalui Unit Reserse Kriminal Rahasia (USJT) Bukit Aman telah membuka berkas penyidikan di bawah Pasal 124 (K) KUHP menyangkut sabotase. PDRM menganggap serius setiap unsur yang dapat mengganggu ketertiban umum, terutama tindakan sabotase terhadap keamanan, kedaulatan, dan stabilitas negara serta menjamin akan menyelidiki masalah tersebut secara terperinci, katanya.
Media lokal melaporkan bahwa Kelompok Sulu telah mengajukan tuntutan hukum di Pengadilan Spanyol untuk meminta ganti rugi atas tanah di Sabah. Para penggugatmengeklaim bahwa tanah itu disewakan oleh nenek moyang mereka kepada sebuah perusahaan dagang Inggris pada 1878.
Pada 28 Februari2022, arbiter Dr Gonzalo Stampa disebutkan telah memberikan keputusan terakhir berupa ganti rugi kepada penuntut sebanyak 14,92 miliar dolar AS atau sekitar Rp223,768 triliun. Namun, pengadilan di Prancis telah menangguhkannya sambil menunggu keputusan yudisial atas tindakan Malaysia untuk mengesampingkannya.
Tindakan penangguhan itu didasarkan atas pertimbangan bahwa penegakan tersebut dapat mengancam kedaulatan Malaysia atas wilayah Sabah.