Selasa 30 May 2023 20:03 WIB

Bahas Raperda Bangunan, DPRD Kota Malang: Solusi Penanganan Bangunan Liar

Hukum tertinggi yakni perda harus ditegakkan.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Petugas Satpol PP menertibkan bangunan liar (ilustrasi)
Foto: diskominfo kota Cirebon
Petugas Satpol PP menertibkan bangunan liar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerintah Kota (Pemkot) Malang diminta untuk memerhatikan bangunan liar di sejumlah area. Hal ini diungkapkan Ketua DPRD Kota Malang, I Made Riandiana, di Gedung DPRD Kota Malang.

Pria disapa Made ini tidak menampik penyelesaian bangunan liar sebenarnya cukup dilematis. Satu sisi masyarakat diusir itu berkaitan dengan unsur kemanusiaannya. "Tapi satu sisi itu ada aturan yang dilanggar," kata Made.

Menurut Made, masalah tersebut memang harus ditindaklanjuti dengan membuat aturan. Salah satunya melalui Rancangan Perda Bangunan Gedung yang kini masih dalam pembahasan bersama anggota legislatif. Perda ini diharapkan memiliki solusi terhadap pelanggar bangunan liar tersebut.

Made tak menampik, penerapan kebijakan tersebut nantinya dapat menimbulkan gejolak di masyarakat. "Tetapi tetap hukum tertinggi perda harus ditegakkan, mau tidak mau untuk kenyamanan bersama. Harus diingat bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti untuk semua merasa nyaman, tidak ada yang dirugikan," jelas politikus PDIP ini.

Hal yang pasti, kata dia, keberadaan ranperda ini sebenarnya ditujukan untuk master plan banjir. Pasalnya, master plan yang dianggarkan Rp 1,8 triliun tersebut menentukan syarat dan ketentuan yang harus dilaksanakan pemerintah.

Sehingga harus ada penertiban bangunan liar di Kota Malang. Menurut dia, master plan banjir tidak akan dapat diaplikasikan selama penertiban bangunan liar tak dilaksanakan.

Oleh karena itu, ia menilai Ranperda Bangunan Gedung perlu disusun di Kota Malang. Sebab, aturan ini bagaimana pun juga termasuk bagian dari rangkaian master plan lima tahunan tersebut.

Sementara itu, Wali Kota Malang, Sutiaji mengatakan, permasalahan bangunan liar sebaiknya dilihat dahulu lokasinya. Ketika berada di sempadan sungai berarti domainnya Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.

Namun ketika bangunannya di sekitar rel berarti wilayahnya PT KAI Daop 8 Surabaya. "Di kami pun tidak pernah mulai awal ketika melanggar pasti dia ada bangunan tetapi dia tidak punya izin karena memang tidak sesuai dengan ketentuan mesti tidak diizinkan," ujar pria berkacamata ini.

Sutiaji mengaku banyak bangunan berdiri sangat dekat dengan area jalan. Padahal terdapat sempadan jalan yang harus dipatuhi para pemilik bangunan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Maka itu, aspek AMDAL memang harus diperhatikan dalam pendirian bangunan tersebut.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement