REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pengamat politik dari Universitas Andalas, Najmuddin Rasul, menyarankan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, supaya mundur dari jabatan masing-masing. Kedua figur ini sama-sama sulit memisahkan kegiatan politik sebagai bakal capres dan sebagai pejabat publik. Tidak jarang keduanya melaksanakan kegiatan politik, tapi menggunakan fasilitas negara.
"Menurut saya, baik Ganjar maupun Prabowo sulit memisahkan kegiatannya antara bacapres dan pejabat publik. Bila kita merujuk pada buku Bagaimana Demokrasi Itu Mati di Sana, disebutkan bahwa salah satu yang dapat merusak dan membunuh demokrasi adalah faktor adanya pejabat publik yang melanggar dan menyalahgunakan kekuasaan dalam proses demokrasi," kata Najmuddin, Selasa (30/5/2023).
Bila ini yang terjadi menurut Najmuddin, baik Prabowo maupun Ganjar telah turut merusak proses demokrasi demi politik kekuasaan.
Najmuddin menyebut di negara-negara demokrasi maju, umumnya warga dan pejabat publik sangat mengerti etika demokrasi dan regulasi lainnya. Publik dan pejabat publik merasa malu bila melanggar etika dan hukum. Sebaliknya, di negara-negara demokrasi baru, ada pejabat publik mengabaikan etika dan regulasi.
"Perilaku politik pejabat publik ini sangat berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi warga terutama pemilih muda yang jumlahnya relatif banyak, yaitu antara 52-55 persen," ujar Najmuddin.
Prabowo Subianto secara de-facto telah menjadi bakal capres dari Partai Gerindra. Sedangkan Ganjar sudah resmi menjadi capres dari PDIP. Kedua tokoh ini belakangan sangat sibuk wara wiri bertemu tokoh publik, termasuk dengan Jokowi dan keluarganya.