REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Deklarasi para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tentang pemberantasan perdagangan orang yang disebabkan oleh penyalahgunaan teknologi akan menjadi rujukan dalam penanganan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di kawasan Asia Tenggara.
Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, dokumen tersebut akan ditindaklanjuti secara teknis untuk meningkatkan kerja sama penanganan TPPO antarnegara.
"Dalam pelaksanaan bilateralnya tentu akan bisa kita rujuk karena ini kan komitmen tingkat tinggi antara kepala negara untuk melakukan penanganan TPPO," ujar Judha, Selasa (30/5/2023).
Dalam penanganan TPPO, dia menekankan perlunya kerja sama yang erat antara negara asal, negara transit, dan negara tujuan karena mereka berhadapan dengan sindikat penipuan daring (online scams) yang sangat lihai.
"Itulah mengapa kita angkat isu ini di ASEAN karena kasus online scams bukan hanya dihadapi Indonesia melainkan sudah menjadi isu besar di kawasan, dan korbannya pun juga beragam bahkan korbannya dari 11 negara," kata Judha.
Kemlu RI mencatat peningkatan signifikan kasus TPPO dari 361 kasus pada 2021 menjadi 752 kasus pada 2022.
Selain jumlahnya yang meningkat, profil negara tujuan di mana banyak ditemukan kasus TPPO terkait online scams juga semakin beragam, yaitu di Myanmar, Filipina, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Thailand.
Dalam deklarasi yang dirilis usai KTT ke-42 di Labuan Bajo pada awal Mei, ASEAN menyatakan bakal memperkuat kerja sama dan koordinasi dalam penanganan TPPO melalui latihan bersama dan pertukaran informasi.
ASEAN juga akan memperkuat kerja sama di bidang pengelolaan perbatasan, pencegahan, penyidikan, penegakan hukum dan penindakan, perlindungan, pemulangan, serta dukungan seperti rehabilitasi dan reintegrasi korban.
Kemudian, ASEAN akan memberikan tanggapan dan bantuan sesegera mungkin kepada para korban TPPO.
Direktur Kerja Sama Politik Keamanan ASEAN Kemlu RI Rolliansyah Soemirat menyampaikan bahwa deklarasi tersebut hanya merupakan awal dari suatu proses yang membutuhkan implementasi nyata untuk jangka panjang.
Menurut dia, komitmen yang telah diambil harus diwujudkan dalam tindakan konkret dan melekat pada struktur dan regulasi yang ada.
Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini mendorong negara anggota lainnya untuk menunjukkan keberanian politik dalam menindaklanjuti deklarasi tersebut, mengingat tantangan yang dihadapi dalam perlindungan pekerja migran semakin kompleks, terutama terkait dengan penyalahgunaan teknologi yang semakin canggih.