REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Maarif Institute telah genap berusia 20 tahun. Dalam rangka mensyukuri dua dekade tersebut, Maarif Institute meluncurkan buku “Katalisator Perekat Kebhinekaan Membangun Generasi Inklusif” di Aula Gedung Pusat Dakwah PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2023) malam.
Buku ini ditulis oleh Sekjen PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti, Aktivis Perempuan Musdah Mulia, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid, serta kolega Maarif Institute lainnya. Buku ini berkisah tentang perjalanan lembaga dalam mengawal pikiran-pikiran Buya Syafii tentang keindonesiaan, keagamaan dan kemanusiaan yang tujuannya tidak lain untuk menampilkan karakter bangsa yang moderat.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah narasumber. Di antaranya, Penulis Buku Ensiklopedia Muslimah Reformis Prof Musdah Mulia, M Wahyuni Nafis dan Desvian Bandarsyah. Hadir juga tokoh pemikir Nahdlatul Ulama (NU) KH Ulil Abshar Abdalla, dan Dewan Pembina Maarif Institute, Clara Joewono.
Dalam sambutan pengantarnya, Sekretafis Yayasan Ahmad Syafii Maarif, Suyoto mengatakan, apa yang ditulis dalam buku ini menjadi kebanggan bagi Yayasan Syafii Maarif. Karena, menurut dia, judulnya menggambar peran yang ingin dicapai dan misi yang dibuat, yaitu berusaha menjadi katalisator kebhinekaan.
"Tulisan-tulisan yang dibuat ini tentu menggembirakan kita semua dan karena itu saya ingjn mengucapkan syukur kepada Allah atas anugerah 20 tahun Yayasan Syafii Maarif ini," ujar Suyoto.
Dia juga menyampaikan rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena di usia dua dekade ini Maarif Institute tetap berkomitmen untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan Buya Syafii. Menurut dia, hal ini tentu tidak mudah di tengah tantangan dan dinamika berbagai ragam persoalan yang berkembang di tanah air.
“Selamat ulang tahun Maarif Institute, Semoga Tuhan terus memudahkan perjalanan Maarif untuk tidak berhenti berkarya serta menerangi perjalanan bangsa," ucap mantan Bupati Bojonegoro ini.
Sementara, Direktur Eksekutif Maarif institute, Abd Rohim Ghazali menjelaskan bahwa apa yang dikembangkan oleh Maarif Institute selama 20 tahun terakhir ini, tidak lain merupakan ikhtiar untuk merealisasikan gagasan besar Buya Syafii yang terangkum dalam konsep keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan.
“Sebagaimana layaknya sebuah organisasi, tentu masih ada kekurangan dan ketidaksempurnaan yang bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk proyeksi ke depan. Terlebih, selama perjalanan dua dekade terakhir ini dunia telah berkembang sangat cepat," ungkap Rohim.
Menurut dia, salah satu pendorong perubahan itu adalah revolusi teknologi informasi dan telekomunikasi, di mana pada satu sisi kesempatan setiap orang dengan mudah mendapatkan informasi secara terbuka, seiring bertumbuhnya masyarakat yang lebih demokratis, toleran, dan berkeadilan.
“Buya Syafii sudah meninggalkan kita setahun yang lalu. Kita semua menjadi pewaris, bukan hanya pemikiran-pemikiran Buya Syafii yang sangat brilian dan kritis dalam menyoroti masalah-masalah bangsa, tetapi juga mewarisi keteladanan dan kesederhanaan. Kita bukan sekadar mengenang tapi juga bagaimana bisa melanjutkan pemikiran Buya Syafii," kata Rohim.