REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan penerimaan negara dari ekspor pasir laut terbilang kecil.
"Pendapatan yang didapatkan negara dari ekspor pasir laut kecil," kata Febrio kepada wartawan, usai acara Arah Ekonomi dan Kebijakan Fiskal Tahun 2024, di Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Menurut dia, pembahasan mengenai ekspor pasir laut nantinya lebih menitikberatkan pada kebijakan sektoral. Meski begitu, Febrio tidak memerinci nominal pendapatan yang diperoleh negara dari ekspor pasir laut.
Ketentuan mengenai ekspor pasir laut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. PP tersebut kembali memperbolehkan pasir laut diekspor ke luar negeri.
Dalam Pasal 9 ayat 2, pemanfaatan pasir laut sebagai hasil sedimentasi di laut untuk digunakan dalam pembangunan infrastruktur pemerintah, reklamasi dalam negeri, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor.
Aturan tersebut dirilis sebagai upaya pemerintah dalam bertanggung jawab untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
PP itu juga untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan laut serta mendukung terpeliharanya daya dukung ekosistem pesisir dan laut. Dengan begitu, kesehatan laut akan meningkat.
Hal tersebut juga dipertegas oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Ia menyatakan kebijakan terbaru yang memperbolehkan pengerukan dan ekspor pasir laut tidak akan merusak lingkungan. Malah, lanjut dia, ekspor pasir laut bermanfaat untuk mendukung kegiatan ekonomi dan industri, khususnya terkait pendalaman laut.
Meski begitu, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha bila ingin mengekspor pasir laut, seperti perizinan, syarat penambangan pasir laut, hingga ketentuan ekspor karena menyangkut bea keluar.