REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR Mulyanto menolak dibukanya kembali izin ekspor pasir laut oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, kebijakan tersebut berpotensi membahayakan kedaulatan negara dan lingkungan.
Pemberian izin ekspor pasir laut itu kebijakan yang gegabah pada tahun politik. Meskipun, kata dia, pemerintah beralibi izin ekspor ditujukan untuk pengerukan sedimen dan diprioritaskan dalam negeri.
"Kita mengkhawatirkan dampak bagi lingkungan dan kedaulatan negara. Pengaruh pada ekosistem laut, apalagi pada pulau-pulau kecil akan sangat negatif, karenanya selama 20 tahun ekspor pasir laut dilarang," ujar Mulyanto saat dihubungi di Jakarta, Kamis (1/6/2023).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 ini sangat berbahaya bagi lingkungan kelautan pada masa depan. Politikus PKS tersebut meminta Jokowi membatalkan kebijakan tersebut.
Baca: Susi Pudjiastuti Minta Jokowi Batalkan Izin Ekspor Pasir Laut
Di samping itu, Mulyanto menilai, tidak ada urgensi bagi Indonesia untuk mengekspor pasir laut. Keuntungan ekonomi yang diperoleh bisa tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan laut yang akan dialami.
"Khawatir kebijakan ini akan memperluas wilayah negara importir dan mengurangi wilayah NKRI, apalagi kalau yang mengimpor adalah negara tetangga seperti Singapura," ujar Mulyanto.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) juga menolak ekspor pasir laut yang dilanggengkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Walhi Riau memaparkan dampak berbahaya akibat kebijakan itu.
Direktur Walhi Riau, Boy Jerry Even Sembiring mengatakan kebijakan yang dikeluarkan Pemerintahan Jokowi bertentangan dengan komitmen terhadap perlindungan ekosistem laut, wilayah pesisir, dan pulau kecil. Walhi Riau menilai, kebijakan Jokowi akan memperparah ancaman terhadap keselamatan lingkungan dan rakyat yang berada di wilayah pesisir dan pulau kecil.
"Dalam konteks perubahan iklim jelas, ancaman naiknya kenaikan permukaan air laut akan diperparah ancaman abrasi dan intrusi dari aktivitas ekstraktif ini," kata Boy kepada Republika.co.id, Rabu (31/5/2023).