Kamis 01 Jun 2023 15:18 WIB

Greenpeace Tolak Terlibat dalam Tim Kajian Kelola Hasil Sedimentasi Laut

Ekspor pasir akal-akalan pemerintah mengatasnamakan pengelolaan laut keberlanjutan.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Erik Purnama Putra
Foto aerial Pulau Bugisa di Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, Jumat (12/8/22).
Foto: ANTARA/Adiwinata Solihin
Foto aerial Pulau Bugisa di Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, Jumat (12/8/22).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Greenpeace Indonesia menolak terlibat dalam tim kajian tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Kajian tersebut akan dibentuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023.

Greenpeace justru mendesak pemerintah segera membatalkan regulasi kontroversial tersebut karena berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan secara masif. Setelah 20 tahun dilarang, ekspor pasir laut kembali diizinkan oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tersebut.

Baca Juga

"Kami secara tegas menolak terlibat dalam tim kajian KKP untuk implementasi PP 26/2023. Sikap kami jelas: pemerintah harus membatalkan PP tersebut," kata Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah kepada Republika.co.id di Jakarta pada Kamis (1/6/2023).

Menurut dia, regulasi itu hanya upaya greenwashing atau akal-akalan pemerintah yang mengatasnamakan pengelolaan laut demi keberlanjutan. Padahal, kata dia, di balik itu keluarnya izin ekspor pasir laut justru akan menjadi 'pelicin' oligarki dan para pelaku bisnis untuk meraup keuntungan dari aktivitas ekspor pasir laut.