REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Kepolisian Resor (Polres) Garut mengungkap kasus pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh seorang guru ngaji rumahan di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Diduga, korban guru rumahan yang berinisial AS (50 tahun) itu mencapai 17 orang.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Garut AKP Deni Nurcahyadi mengatakan, kasus itu bermula dari adanya salah satu korban yang melaporkan perbuatan guru tersebut kepada orang tuanya. Orang tua anak tersebut kemudian mengonfirmasi kepada orang tua lainnya.
"Setelah diklarifikasi, baru orang tua melaporkan kepada polisi terkait perbuatan cabul yang dilakukan oleh guru homeschooling terhadap beberapa orang anak yang diajar," kata dia saat konferensi pers, Kamis (1/6/2023).
Usai menerima laporan pada 22 Mei 2023, polisi disebut langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan. Alhasil, tersangka AS berhasil ditangkap di rumahnya yang berada di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, pada Jumat (26/5/2023).
Deni mengatakan, polisi telah melakukan pemeriksaan kepada sejumlah korban. Para korban juga telah diminta melakukan visum. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, korban aksi guru tersebut berjumlah 17 orang yang semuanya adalah anak laki-laki berusia 9-12 tahun.
Dia menjelaskan, tersangka melakukan aksi tersebut dengan modus mengajar di rumahnya. Ketika mengajar, tersangka membujuk rayu anak-anak itu. Selain membujuk, tersangka juga mengancam anak-anak agar mau menuruti kehendaknya.
"Dia (tersangka melakukan aksi dengan) menggesekkan kemaluan ke, maaf, pantat korban. Kemudian mencium bibir dan pipi korban. Ada salah satu korban yang dimasukkan kemaluan ke mulutnya," kata Deni.
Diketahui, tersangka sudah mengajar mengaji anak-anak di rumahnya sejak 2022. Selain mengajar, tersangka juga tinggal sendiri di rumah itu.
Diduga, tersangka memiliki kelainan seksual. Pasalnya, tersangka juga diduga pernah menjadi korban aksi pencabulan saat masih kecil.
Atas perbuatannya, tersangka akan dikenakan Pasal 76e juncto Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. "Ancaman 15 tahun penjara ditambah sepertiga karena korban lebih dari satu," kata Deni.
Dia menambahkan, saat ini polisi masih terus melakukan rangkaian penyidikan. Polisi juga masih menunggu hasil visum terhadap para korban.
MUI kutuk aksi cabul guru ngaji
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut, KH Sirodjul Munir, mengutuk perbuatan cabul yang dilakukan guru ngaji tersebut. Menurut dia, tersangka bukanlah seorang ustaz.
"Kedua, barusan saya melihat dan bertanya kepada yang bersangkutan. Dia mengaku pernah mondok di Bayongbong, itu bohong. Dia tidak punya sanad keilmuan dalam agama," kata lelaki yang akrab disapa Ceng Munir itu.
Ceng Munir mengaku sudah aktif dalam organisasi Islam di Kabupaten Garut sejak 1990-an. Menurut dia, hampir semua ustaz di daerah itu mengenal dirinya, begitu pun sebaliknya. Namun, ia mengaku tak kenal dengan tersangka. Tersangka pun disebut tidak mengenal dirinya.
"Dia ini bukan ustaz. Dia ustaz abal-abal yang mengaku-aku," ujar dia.
Atas adanya kejadian itu, Ceng Munir mengimbau masyarakat untuk lebih selektif apabila hendak menitipkan anaknya. Jangan sampai masyarakat salah menitipkan anak ke ustaz abal-abal. MUI juga disebut akan terus melakukan edukasi kepada masyarakat, baik secara langsung maupun melalui organisasi Islam.
Dia juga meminta masyarakat untuk berperan dalam melakukan pengawasan kepada anaknya. Artinya, menitipkan anak kepada seseorang bukan berarti orang tua tidak ikut melakukan pengawasan.
Terakhir, Ceng Munir juga akan mendukung sertifikasi ustaz yang telah lama diwacanakan pemerintah. "Itu juga sudah wacana lama, tapi masuh ada yang menentang. Padahal itu sangat penting," ujar dia.