REPUBLIKA.CO.ID, Pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Agustus 2022, merilis data bahwa market share perbankan syariah di Indonesia sudah mencapai 7,03 persen. Pandemi Covid-19 tidak menghalangi perbankan syariah untuk tetap tumbuh.
Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah OJK, Nyimas Rohmah menjelaskan, aset, dana pihak ketiga (DPK), hingga pembiayaan yang disalurkan (PyD) perbankan syariah terus bertambah selama pandemi Covid-19. "Jumlah rekening perbankan syariah juga terus menunjukkan peningkatan," kata Nyimas dalam webinar bertema 'Peluang Konversi di Tengah Dilema Spin Off Unit Usaha Syariah' di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sedangkan jumlah rekening perbankan syariah mencapai 7,61 juta pada Agustus 2022 alias bertambah 120 ribu rekening dibandingkan pada Juli 2022. Pun DPK menjadi Rp 49,12 juta atau bertambah 1,54 juta rekening dibandingkan bulan sebelumnya.
"Perbankan syariah tumbuh positif, baik dari sisi aset, PyD, maupun DPK dengan laju masing-masing 17,91 persen, 18,56 persen, dan 18,08 persen," kata Nyimas. Secara tahunan (year on year/yoy) aset perbankan syariah sudah mencapai Rp 744,68 triliun pada Agustus 2022, DPK sebesar Rp 591,97 triliun, dan PyD menjadi Rp 483,81 triliun.
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mencatat, pembiayaan perbankan syariah bisa tumbuh di atas enam persen selama 2021 saat pandemi sedang puncak-puncaknya. Deputi Direktur KNEKS Luqyan Tamanni menjelaskan, ketika dibedah, meskipun ada perlandaian dari sisi pembiayaan dan pertumbuhan aset, tapi secara keseluruhan performa perbankan syariah masih di atas konvensional selama masa pandemi.
Menurut Luqyan, salah satu kunci perbankan syariah bisa tetap eksis dan berkembang tidak lepas dari strategi adaptasi zaman. Karena itu, salah satu fokus KNEKS dalam membesarkan perbankan syariah adalah meningkatkan adopsi teknologi digital.
"Semua lembaga keuangan, termasuk syariah berlomba-lomba menawarkan layanan digital. Kalau tidak bisa menyediakan layanan digital banking maka akan tertinggal. Jika bergerak bersama dalam ekosistem ekonomi syariah yang terdigitalisasi maka pertumbuhan industri syariah akan jauh lebih cepat," kata Luqyan saat menjadi pembicara di webinar 'Transformasi Digital Mendorong Pertumbuhan Keuangan Syariah'
Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin juga sependapat agar perbankan syariah bisa melaju lebih cepat maka harus bisa memanfaatkan teknologi untuk bisa bersaing dengan perbankan konvensional. Menurut Ma'ruf, masyarakat kini sedang berada di era transformasi digital yang sangat dinamis. Karena itu, setiap perubahan menjadi keniscayaan, tidak terkecuali dengan bidang ekonomi dan ekonomi syariah.
"Digitalisasi ekonomi menjadi fenomena yang tak terelakkan, meskipun demikian teknologi yang disebut canggih saat ini, akan mungkin usang pada esok hari. Oleh karena itu, digitalisasi yang terintegrasi dalam ekosistem perlu terus dikembangkan untuk menjaga keberlangsungan pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah," ucap Ma'ruf.
Eks ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut mengatakan, digitalisasi ekonomi bisa menciptakan peluang yang besar bagi pertumbuhan perbankan syariah. Karena itu, pihaknya mendorong manajemen dan pimpinan bank syariah untuk bisa menyediakan layanan yang menarik masyarakat agar lebih memilih bank syariah ketimbang konvensional.
Apalagi, semua masyarakat sekarang sudah bisa mengakses internet melalui ponsel. "Apabila fenomena ini berhasil, (bisa) memaksa pelaku ekonomi dan keuangan syariah Indonesia untuk lebih kompetitif dalam menyediakan produk dan layanan terbaik (kepada nasabah)," kata Ma'ruf.
Di antara bank syariah yang terus mencatatkan kinerja moncer adalah unit usaha syariah (UUS) Maybank Indonesia. Presiden Direktur Maybank Indonesia, Taswin Zakaria menjelaskan, salah satu jurus yang dilakukan untuk membesarkan UUS adalah dengan menjadikan digital banking sebagai solusi utama dalam memberikan layanan kepada nasabah.
"Di dunia perbankan syariah, justru kami melihat perkembangannya cukup baik, bahkan sangat baik. Tahun (2021), justru divisi usaha yang bertumbuh dan positif cukup tinggi perbankan syariah kami," ujar Taswin di acara 'Jurus Maybank Indonesia Dongkrak Bisnis Syariah di Era Digitalisasi' di channel Youtube Maybank Indonesia, beberapa waktu lalu.
Pendapat itu dibuktikan dari segi aset, UUS Maybank Indonesia konsisten mencatatkan pertumbuhan. Pada 2017, asetnya masih sekitar Rp 27,12 triliun dan pada 2019 menjadi Rp 32,62 triliun. Angkanya bertambah menjadi Rp 35,26 triliun pada 2020 dan sebesar Rp 35,88 triliun pada 2021.
Data terbaru pada kuartal ketiga 2022, total aset UUS Maybank Indonesia mencapai Rp 39,66 triliun. Angka itu sekitar 25,68 persen dari total aset Maybank Indonesia. Capaian tersebut menempatkan UUS di Maybank dengan porsi syariah tertinggi di Indonesia. Bahkan, angkanya mencapai tiga kali lipat lebih tinggi dari rata-rata nasional market share perbankan syariah di angka tujuh persen.
Mengapa porsi syariah di Maybank Indonesia tinggi? Hal itu berkat strategi Shariah First. UUS Maybank selalu mengedepankan solusi keuangan syariah di semua lini bisnis dan mencoba menawarkan solusi syariah secara terbuka untuk semua nasabah. Tidak ketinggalan dan terpenting adalah mengedepankan kelengkapan fitur dan kepatuhan prinsip syariah.
Taswin menganggap, pertumbuhan UUS Maybank menjadi bukti perbankan syariah sudah lebih mapan dan siap memberikan solusi keuangan bagi nasabah selama atau setelah pandemi berlalu. Apalagi, kondisi sekarang sudah membaik sehingga penetrasi perbankan syariah bisa lebih leluasa dalam menyediakan berbagai layanan.
"Itu semua bisa kami wujudkan pertumbuhan positif karena ada infrastruktur pelayanan digital yang cukup baik. Ke depan ini akan jadi ujung tombak layanan kita digital banking. Layanan digital akan tetap relevan dan semakin relevan ke depannya," kata Taswin.
Dia menerangkan, pertumbuhan UUS Maybank bahkan bisa mencapai 16 persen per tahun. Torehan itu dimungkinkan karena didukung perkebangan aset lending dan layanan digital.
Dia menyebut, aset lending dimungkinkan berkembang karena UUS Maybank bisa memberi layanan terbaik kepada suplly chain. Sebagai contoh, kata Taswin, selama pandemi, UUS Maybank bisa menyalurkan pembiayaan kepada perusahaan yang bergerak di bidang penyaluran kebutuhan makanan.
"Ini ekosistem pembiayaan pengadaan barang selama pandemi suplai jasa maupun bahan kebutuhan makanan itu tetap jalan. Layanan perbankan syariah ini, khususnya kami baik secara produk dan infratruktur digital sudah banyak ragam produknya dan solusinya untuk tetap memberi layanan keuangan dan produk kepada perusahaan yang masih bergerak pada masa pandemi," kata Taswin.
Bukan anak tiri
Taswin menuturkan, UUS Maybank menganut basis leverage model, yang menjadi salah satu dan pertama dari sedikit bank yang benar-benar menerapkan sistem syariah. Hal itu sebenarnya sejalan dan sesuai dengan semangat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), yang memberikan keleluasaan bagi anak perusahaan syariah dengan bank induk untuk tetap bersinergi dan bekerja sama.
"Leverage model artinya seluruh infrastruktur Maybank Indonesia mendukung pertumbuhan lini usaha syariah serta inovasi produk dan layanan, termasuk digitalisasi," ucap Taswin. Menurut dia, UUS Maybank tidak dalam posisi sebagai anak tiri, melainkan anak kandung, seperti unit usaha lainnya di perbankan konvensional.
Karena berstatus anak kandung maka UUS bisa memiliki akses terhadap semua infrastruktur, baik kantor cabang maupun layanan digital. Semua infrastruktur Maybank Indonesia selaku induk bisa diakses UUS. Belum lagi, kata Taswin, Maybank memiliki aplikasi bernama M2U yang memiliki fitur lengkap dengan menawarkan berbagai produk dan ekosistem di dalamnya.
"Ini semua bisa diakses layanan syariah kami, bahkan ekosisten syariah kami cukup banyak dan kita lengkapi, begitu juga produk syariah tersedia itu cukup banyak, jadi kalau digital banking ini kuncinya kami bisa jembatani kanan dan kiri, nasabah dan tujuan transaksi keuangan atau ekosistem yang dituju, ini tulang punggung layanan digital kami," ujar Taswin.
Layanan yang diberikan juga paket komplet. Mencakup, destinasi keuangan yang dibutuhkan nasabah syariah, kebutuhan investasi, reksadana berbasis syariah, perencanaan keuangan, kebutuhan menabung untuk naik haji, perencanaan pendidikan anak, produk investasi atau tabungan syariah, hingga kebutuhan payment, seperti bayar listrik, internet, dan pajak bumi bangunan (PBB).
Semuanya tersedia secara lengkap. Sehingga nasabah bisa menggunakan semua fitur itu cukup dengan mengutak-atik ponselnya. "Semua bisa dilakukan M2U, payment kami cukup lengkap berbasis QR code sangat baik, ini dimungkinan dalam bentuk syariahnya juga," kata Taswin.
Adapun aplikasi M2U bisa digunakan untuk individu maupun korporasi. Chief Strategy, Transformation, and Digital Officer Maybank Indonesia, Michel Hamilton, menambahkan, kehadiran M2U sangat membantu masyarakat selama pandemi ketika aktivitas mobilisasi dibatasi pemerintah. Dampaknya, transaksi digital melonjak dan nasabah UUS Maybank terbantu juga dengan layanan M2U.
"Maybank Indonesia menyadari pentingnya untuk terus memenuhi kebutuhan nasabah dengan memberikan inovasi solusi yang lebih cepat, lebih mudah dan lebih nyaman. Maybank Indonesia berkomitmen untuk terus menerapkan inovasi yang lebih baik pada layanan digital kami agar makin selaras dengan dinamika bisnis di Indonesia bahkan di pasar global," ucap Michel.