REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dekan Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, Sari Murti Widiyastuti, menilai regulasi yang mengatur tentang tindak kekerasan seksual terhadap anak sudah cukup berat. Bahkan pada sejumlah kasus hakim juga telah memberikan hukuman maksimal.
"Beberapa tahun terakhir ini kasus-kasus perkosaan, pencabulan itu boleh dikatakan, hakim juga sudah menegakkan dengan ketentuan undang-undang yang memberikan ancaman hukuman yang berat, supaya ada jeralah pelakunya," kata Sari kepada Republika, Kamis (1/6/2023).
Namun menurutnya yang perlu diperkuat saat ini yakni masyarakat. Orang tua dinilai perlu melakukan upaya pencegahan secara terus-menerus melalui edukasi.
"Misalnya, kalau ada orang lain yang bukan keluarga sendiri, mengajak atau memberikan iming-iming uang, untuk diajak apa, dipegang-pegang apa, misalnya, itu anak harus punya sikap untuk menolak atau apa. Itu anak harus ngerti, Karena itu bukan merupakan perbuatan yang baik," ungkapnya.
Selain oleh keluarga, edukasi juga perlu dilakukan di sekolah. Guru harus memberikan edukasi kepada muridnya. Selain itu, pelibatan masyarakat umum juga dinilai perlu dilakukan.
"Menurut saya itu kuncinya di edukasi itu dan kita juga bisa melibatkan organisasi keagamaan misalnya ada Muslimat, NU, ada Aisyiyah, ada BKRI, ada PKK banyak lho, kalau itu digerakkan gitu pasti semuanya akan terjangkau," ucapnya.
Kemudian pihak Kepolisian juga perlu melibatkan Binmas. Binmas juga perlu masuk ke masyarakat, dan sekolah-sekolah untuk bisa mengedukasi.
"Binmas itu tugasnya kan di masyarakat untuk mengedukasi apakah terkait dengan soal kenakalan anak-anak, kenakalan remaja, kemudian narkoba, dan seterusnya. Itu kan tugasnya Binmas," kata dia.