REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Riyanto, mengomentari soal judical review (JR) terkait kewenangan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut perkara korupsi. Ia menilai jika JR dikabulkan justru akan memunculkan kekacauan penegakan hukum.
"Kecil gugatan tersebut dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). Tak ada alasan fundamental untuk mengabulkan (JR)," kata Sigit kepada Republika.co.id, Ahad (4/6/2023).
Menurut Sigit, ada sejumlah implikasi yang muncul jika gugatan tersebut dikabulkan. Salah satunya terjadi kekacauan penegakan hukum. "Jika dikabulkan, justru akan terjadi chaos penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi," ucapnya.
Sigit menambahkan, sebagai institusi hukum yang mewakili dan bertugas melindungi kepentingan publik dan negara, sudah selayaknya kejaksaan memiliki kewenangan mengusut kasus korupsi. Menurut dia, hal tersebut berlaku universal di seluruh dunia. "Tak ada argumen tentang kerugian hak-hak konstitusional para pihak yang meminta JR tersebut," katanya.
Sebelumnya, sejumlah advokat mengajukan judicial review atas kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyelidikan perkara korupsi. Sejumlah pihak mengkritisi upaya tersebut.
Komisi Kejaksaan (Komjak) misalnya yang menilai ada agenda terselubung yang digencarkan sejumlah pihak dari kalangan advokat atau pengacara dalam upaya mendegradasi serta memperdaya peran Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menindak hukum para pelaku tindak pidana korupsi.
Hal senada juga disampaikan Pengurus Besar Al Washliyah yang menilai upaya yang dilakukan sejumlah advokat melalui JR tersebut, untuk meredupkan dan melemahkan pemberantasan korupsi.