Ahad 04 Jun 2023 10:39 WIB

Nasdem: Jangan Memundurkan Demokrasi Hanya karena Kepentingan Satu Partai PDIP

PDIP menjadi satu-satunya partai di parlemen yang mendukung proporsional tertutup.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya ketika diwawancarai wartawan di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Jumat (2/6/2023). Willy menyebut, partainya akan mengajukan praperadilan atas status tersangka yang melekat pada Menkominfo nonaktif Johhny Plate.
Foto: Republika/Febryan A
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya ketika diwawancarai wartawan di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, Jumat (2/6/2023). Willy menyebut, partainya akan mengajukan praperadilan atas status tersangka yang melekat pada Menkominfo nonaktif Johhny Plate.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya, menegaskan partainya bersama tujuh partai parlemen lainnya menginginkan Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Baginya, penerapan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai sebagaimana diinginkan PDIP adalah kemunduran demokrasi.

"Delapan partai lawan satu partai. Sikap pemerintah dan sikap DPR sama, ini pemilu yang terbuka. Jangan kita memundurkan demokrasi kita hanya karena kepentingan kongkalikong satu partai (PDIP)," kata Willy kepada wartawan di Nasdem Tower, Jakarta Pusat, dikutip Ahad (4/6/2033).

Baca Juga

Delapan partai parlemen, yakni Golkar, Gerindra, PKB, Nasdem, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP diketahui sudah berulang kali menyatakan menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024. Satu-satunya partai parlemen yang mendukung sistem tersebut adalah PDIP.

Pernyataan sikap partai-partai tersebut mencuat seiring bergulirnya gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK). Sistem proporsional terbuka yang sudah kadung digunakan dalam tahapan Pemilu 2024 itu digugat oleh enam warga negara perseorangan.

Para penggugat yang salah satunya adalah kader PDIP, meminta MK menyatakan sistem proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. Mereka meminta hakim konstitusi memutuskan sistem proporsional tertutup yang konstitusional sehingga bisa diterapkan dalam gelaran Pemilu 2024.

Adapun MK telah selesai menggelar sidang pemeriksaan atas perkara yang diajukan sejak akhir 2022 itu. MK juga telah menerima berkas kesimpulan dari para Pihak dan Pihak Terkait. Hakim konstitusi dalam waktu dekat akan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk menentukan putusan.

Ketua Nasdem Willy menilai, MK seharusnya menolak gugatan tersebut. Sebab, MK pada tahun 2008 sudah memutuskan bahwa sistem proporsional terbuka konstitusional. "Masa dia (MK) ludahi putusan yang sama," ujarnya.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI itu mengatakan, pilihan sistem pemilu adalah open legal policy atau kebijakan politik terbuka yang merupakan kewenangan lembaga pembentuk undang-undang. Karena itu, MK seharusnya menolak gugatan tersebut, sebagaimana MK sebelumnya menolak gugatan atas ketentuan ambang batas pencalonan presiden dengan alasan open legal policy.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto pada Senin (29/5/2023) mengatakan, partainya memang mendukung penerapan sistem proporsional tertutup. Kendati begitu, PDIP akan patuh apabila MK memutuskan Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. "Kami juga siap apa pun yang diputuskan oleh MK," ujar Hasto.

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai. Pemenang kursi anggota dewan ditentukan oleh parpol lewat nomor urut calon anggota legislatif (caleg) yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.

Adapun dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg maupun partai yang diinginkan. Caleg dengan suara terbanyak berhak duduk di parlemen. Sistem ini dipakai sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement