REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Salah satu ketetapan yang Allah SWT berikan untuk kaum perempuan adalah siklus bulanan haid atau menstruasi.
Abdul Qadhir Muhammad Manshur dalam Panduan Shalat An-Nisaa menjelaskan, haid merupakan satu dari beberapa jenis darah yang keluar dari rahim. Muslimah pun perlu mengetahui beberapa fakta tentang sifat-sifat haid, dari warna darah hingga bagaimana menghitung masa haid bagi diri sendiri, yaitu sebagai berikut:
Pertama, darah haid yang perlu diketahui Muslimah adalah darah yang memiliki warna-warna yang khas. Berdasarkan hadits Fatimah bin ti Abu hubaisy dijelaskan, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ دَمَ اَلْحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ “Sesungguhnya ia (haid) adalah (darah) hitam yang dikenal. (HR Imam Abu Dawud, Imam an-Nasai, dan lainnya).
Selain berwarna hitam, terdapat pula warna darah haid yang merah sebagaimana warna asli darah yang lumrah dikenal. Selain itu, darah haid ada yang berwarna keruh yaitu yang pertengahan antara putih dan hitam seperti air kotor.
Kedua, selain dari warna darah haid itu sendiri, haid juga memiliki curahan-curahan darah yang khas. Nabi SAW bersabda:
إن للحائض دفعات ولدم الحيض ريح ليس لغيره فإذا ذهب قرء الحيض فلتغتسل إحداكن ثم لتغسل عنها الد Yang artinya, “Perempuan yang haid memiliki curahan-curahan dan darah haid memiliki bau yang khas. Apabila waktu haid telah berlalu maka hendaklah seseorang dari kalian mandi, lalu hendaklah ia membasuh darah dari tubuhnya.” (HR Imam Thabrani dengan kadar haditsnya dhaif).
Ketiga, selanjutnya yang perlu dipahami lebih serius mengenai haid adalah tentang masa haid. Syarik berkata, “Di antara kami ada seorang perempuan yang haid selama 15 hari dalam sebulan secara normal dan sehat. (HR Imam Thabrani).
Dalam hadits lainnya, Abdullah bin Amru meriwayatkan sebagaimana dinukilkan Imam Thabrani, Rasulullah SAW bersabda:
: الْحَائِضُ تَنْظُرُ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ عَشْرٍ ، فَإِنْ رَأَتِ الطُّهْرَ فَهِيَ طَاهِرٌ ، وَإِنْ جَاوَزَتِ الْعَشْرَةَ فَهِييَ مُسْتَحَاضَةٌ تَغْتَسِلُ وَتُصَلِّي ، فَإِنْ غَلَبَهَا الدَّمُ احْتَشَتْ ، وَاسْتَثْفَرَتْ ، وَتَوَضَّأَتْ لِكُلِّ صَلَاةٍ ، وَتَنْتَظِرُ النُّفَسَاءُ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ، فَإِنْ رَأَتِ الطُّهْرَ قَبْلَ ذَلِكَ فَهِيَ طَاهِرٌ ، وَإِنْ جَااوَزَتِ الْأَرْبَعِينَ فَهِيَ بِمَنْزِلَةِ الْمُسْتَحَاضَةِ تَغْتَسِلُ وَتُصَلِّي ، فَإِنْ غَلَبَهَا الدَّمُ احْتَشَتْ ، وَاسْتَثْفَرَتْ وَتَوَضَّأَتْ لِكُلِّ صَلَاةٍ
Yang artinya, "Perempuan yang haid menunggu sampai 10 hari. Apabila dia mendapatkan kesucian maka dia telah bersuci. Dan apabila dia melewati 10 hari itu maka dia sedang mengalami istihadhah. Hen daklah dia mandi dan mengerjakan shalat. Apabila darahnya banyak maka hendaklah dia memakai penyumpal dan pembalut serta berwudhu untuk setiap shalat.
Dan perempuan nifas yang menunggu sampai 40 hari. Apabila dia mendapatkan kesucian maka dia telah suci. Dan apabila dia melewati 40 hari dia seperti perempuan yang istihadhah. Maka hendaklah dia mandi dan mengerjakan sholat. Apabila darahnya banyak maka hendaklah dia memakai penyumpal dan pembalut serta berwudhu untuk setiap sholat."”
Kelima, namun, mengenai masa haid ini, ulama saling berselisih pendapat. Perselisihan pendapat ini seputar masa haid yang terpanjang, masa haid yang terpendek, dan masa suci yang terpendek.
Dalam Mazhab Syafii, misalnya, ulama dari kalangan ini percaya bahwa masa haid terpan jang adalah 15 hari. Adapun yang terpendek adalah sehari semalam. Sedangkan, bagi ulama dari kalangan Mazhab Maliki, masa haid terpendek tidak ada batasan. Baginya, satu curahan adalah haid hanya saja tidak dihitung sebagai satu quru' dalam talak.