Ahad 04 Jun 2023 22:37 WIB

Pertemuan Negara OPEC+ Bahas Rencana Pemangkasan Kuota Produksi Minyak

Kelompok negara OPEC menghadapi harga minyak yang lesu dan ancaman kelebihan suplai.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Logo OPEC
Foto: AP Photo/Ronald Zak
Logo OPEC

REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Kelompok negara produsen minyak terbesar di OPEC dan sekutunya bertemu pada Ahad (4/6/2023), untuk membahas kesepakatan baru pemangkasan dan penyesuaian kuota produksi minyak negara-negara anggota untuk tahun ini dan tahun depan. Sumber Reuters mengatakan hal ini karena kelompok negara OPEC menghadapi harga minyak yang lesu dan ancaman kelebihan suplai.

OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu-sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, memproduksi sekitar 40 persen minyak mentah dunia. Ini berarti keputusan-keputusan dan kebijakan Rusia dapat berdampak besar pada harga minyak.

Empat sumber informan yang mengikuti diskusi OPEC+ mengatakan kepada Reuters bahwa penambahan produksi yang akan dikurangi sedang didiskusikan di antara opsi-opsi untuk sesi Ahad.

"Kami sedang mendiskusikan paket lengkap (perubahan pada kesepakatan)," kata salah satu dari empat sumber tersebut.

Tiga dari empat sumber mengatakan pemangkasan dapat mencapai 1 juta barel per hari (bph) di atas pemangkasan yang sudah ada sebesar 2 juta bph. Dan pemangkasan sukarela sebesar 1,6 juta bph, yang diumumkan secara mengejutkan di bulan April dan mulai berlaku di bulan Mei.

Pengumuman pada bulan April membantu mendorong harga minyak naik sekitar 9 dolar per barel menjadi di atas 87 dolar per barel. Tetapi harga minyak dengan cepat kembali turun, karena di bawah tekanan dari kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global dan rendahnya permintaan. Pada hari Jumat, patokan internasional Brent berada di 76 dolar per barel.

Jika disetujui, pemangkasan baru ini akan membawa total volume pengurangan menjadi 4,66 juta barel per hari, atau sekitar 4,5 persen dari permintaan global.

Biasanya, pengurangan produksi mulai berlaku sebulan setelah disetujui, tapi para menteri juga dapat menyetujui penerapannya di hari kemudian hari. Mereka juga dapat memutuskan untuk mempertahankan produksi tetap stabil.

Para menteri OPEC+ akan memulai pertemuan penuh pada pukul 11.00 GMT, dua jam lebih lambat dari yang direncanakan, menurut sumber-sumber jadwal terbaru.

Pekan lalu, Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz mengatakan bahwa para investor yang melakukan pemotongan pada harga minyak, atau bertaruh pada penurunan harga, harus "waspada." Ini ditafsirkan oleh banyak pengamat pasar sebagai sebuah peringatan akan adanya pengurangan suplai tambahan.

Tiga sumber OPEC+ juga mengatakan kelompok ini akan membahas masalah harga dasar untuk tahun 2023 dan 2024, yang menjadi dasar bagi setiap anggota untuk melakukan pemangkasan. Pembicaraan semacam itu sebelumnya telah berubah menjadi perdebatan.

Negara-negara Afrika Barat seperti Nigeria dan Angola telah lama tidak dapat memproduksi minyak sesuai dengan target mereka. Namun menentang harga dasar yang lebih rendah karena target baru dapat memaksa mereka untuk melakukan pemangkasan yang sebenarnya.

Sebaliknya, UEA bersikeras untuk mendapatkan harga dasar minyak yang lebih tinggi sejalan dengan kapasitas produksinya yang terus meningkat. Namun hal ini berarti bagiannya dalam pemangkasan akan berkurang secara keseluruhan.

Negara-negara Barat menuduh OPEC memanipulasi harga minyak dan merusak ekonomi global melalui biaya energi yang tinggi. Barat juga menuduh OPEC terlalu berpihak pada Rusia meskipun ada sanksi-sanksi Barat atas invasi Moskow ke Ukraina.

Menanggapi hal ini, orang dalam dan pengamat OPEC mengatakan bahwa pencetakan uang oleh Barat selama satu dekade terakhir telah mendorong inflasi dan memaksa negara-negara penghasil minyak untuk bertindak demi mempertahankan nilai ekspor utama mereka. Negara-negara Asia seperti Cina dan India telah membeli sebagian besar ekspor minyak Rusia dan menolak untuk bergabung dengan sanksi-sanksi Barat terhadap Rusia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement