REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesugihan, klenik, dan meminta bantuan terhadap hal-hal gaib masih banyak ditemukan di kalangan masyarakat Indonesia. Contohnya, di salah satu daerah Tasikmalaya, Jawa Barat, yang kini ramai memercayai kehadiran tuyul.
Menurut dosen sejarah dan kebudayaan Jawa di Universitas Indonesia (UI), Prapto Yuwono, dalam mencari bantuan kepada hal-hal gaib ini termasuk dalam konteks mencari alternatif. Menurut dia, bisa jadi karena pemerintah dianggap sudah tidak bisa menjamin kehidupan adil dan sejahtera.
“Semua dipolitisir sehingga manusia mencari alternatif yang dianggap lebih menjanjikan meskipun belum tentu, karena kondisi tambah susah, orang cari dunia lain,” kata Prapto, saat dihubungi Senin (5/6/2023).
Prapto mengatakan, masyarakat merasa seakan menghadapi kehidupan yang tidak dijamin secara manusiawi. Mereka dinilai merasa kesulitan mencari keadilan dalam kehidupan yang dijalankan oleh kekuasaan absolut secara hukum.
Alhasil masyarakat mencari dunia lain akibat kesalahan penguasa yang tidak menjamin rasa nyaman dan sejahtera. Prapto mengatakan, pesugihan seakan menjadi pelarian masyarakat yang berpikir irasional.
“Mereka berpikir yang tidak sulit. Sebetulnya ini kan sebuah respons dari kenyataan sosial politik yang semakin chaos,” kata dia.
Meski demikian, Prapto menyebut, masyarakat perlu menghadapi sesuatu dengan kesadaran, jangan sampai tidak sadar. Jika menghadapi kenyataan hidup dengan emosional tanpa kesadaran, maka hasilnya jadi irasional.
“Ada sesuatu kekuatan yang sedang diciptakan entah oleh kekuasan yang membuat kita tidak berpikir,” kata Prapto.
Kondisi yang sedang ditumbuhkan saat ini justru pengelabuan. Tujuannya, agar masyarakat sulit berpikir rasional, menjadi kritis, dan sengaja dibodohkan.
Menurut Prapto, fenomena ini tidak hanya terjadi atau khas di Indonesia. Di beberapa negara lain pun tetap ada.
“Saya kira di mana pun. Kita sedang dibangun lari dari dunia kritis karena bahaya kalau kita sadar, dibangunkan,” ujar dia.
Prapto juga mencontohkan, seorang pengamat politik kondang yang menurut dia kerap membantu menyadarkan orang agar berpikir kritis. Dia sekaligus menanggapi film-film atau karya yang berbau pada hal-hal mistis, juga bisa menjadi pembodohan. “Padahal kenyataan harus dihadapi dengan rasional, harus punya kesadaran kritis untuk menghadapi kehidupan,” kata dia.