Senin 05 Jun 2023 18:00 WIB

Kepala Bea Cukai Soekarno-Hatta Diperiksa Kejagung Terkait Korupsi Emas

Jampidsus menduga ada keterlibatan Ditjen Bea Cukai dan PT Antam dalam kasus ini.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana.
Foto: Dok Kejagung
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa dua pejabat tinggi dari Direktorat Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) inisial FM dan PPJ. Pemeriksaan oleh tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) tersebut lanjutan pengungkapan dugaan korupsi dalam pengelolaan terkait usaha komoditas emas.

Jaksa penyidik juga memeriksa inisial VG dari PT Aneka Tambang (Antam) dan EP yang diminta keterangannya selaku pihak swasta di perusahaan importir logam mulia. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menerangkan, FM, PPJ, VG, dan EP diperiksa masih sebagai saksi.

Baca Juga

“FM, PPJ, VG, dan EP, keempatnya diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan perkara tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas periode tahun 2010 sampai dengan 2022,” kata Ketut dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (5/6/2023).

Saksi FM, Ketut menjelaskan diperiksa selaku Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe C Bandara Soekarno-Hatta. Sedangkan PPJ diperiksa selaku Kasubdit Klasifikasi Barang pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu.

Adapun VG diperiksa atas dua perannya sebagai reseller dari PT Antam, sekaligus Direktur PT Maha Karya Baru. Terakhir saksi EP yang diperiksa selaku karyawan di PT Viola Davina. “Pemeriksaan dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi berkas perkara,” kata Ketut.

Jampidsus Febrie Adriansyah pekan lalu menjelaskan, penyidikan korupsi pada komoditas emas ini terkait dengan kegiatan ekspor-impor logam mulia. “Konstruksi kasus ini, terkait dengan kegiatan ekspor-impor emas. Dari ekspor-impor itu oleh penyidik saat ini sedang didalami terkait dengan proses keluar-masuknya barang (emas), dan keabsahannya secara hukum,” tutur Febrie kepada Republika.co.id, Selasa (23/5/2023).

“Dalam kegiatan ekspor-impor emas itu, ada kepentingan hak-hak negara disitu yang dirugikan. Terutama terkait dengan bea masuk (tarif pajak) dan lain-lainnya,” ujar Febrie menambahkan.

Febrie mengatakan, di Jampidsus, penyelidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan emas ini sebetulnya sudah dilakukan sejak 2021. Akan tetapi baru meningkat ke penyidikan pada 10 Mei 2023 setelah para jaksa penyidik meyakini adanya alat bukti atas perbuatan pidana dalam proses ekspor-impor komoditas logam mulia tersebut.

“Jadi ini kita naik sidik (penyidikan) kasus ini, karena memang kita sudah punya alat bukti permulaan yang cukup bahwa ada perbuatan yang melawan hukum dalam proses pengelolaan emas ini. Dan itu kita melihat ada hak-hak negara yang dirugikan di dalam prosesnya,” tegas Febrie.

Febrie belum bersedia membeberkan berapa potensi kerugian negara terkait kasus tersebut. Akan tetapi, pada 14 Juni 2021 saat rapat kerja Komisi III DPR bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin terungkap, potensi kerugian negara dari manipulasi bea ekspor-impor emas tersebut mencapai Rp 47,1 triliun.

April 2023, saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD juga mengungkapkan, adanya aliran Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 189 triliun di Ditjen Bea Cukai terkait dengan ekspor-impor emas batangan. Nilai tersebut, terungkap bagian dari Rp 349 triliun dugaan TPPU yang terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Namun Febrie mengaku, kasus dugaan TPPU senilai Rp 189 triliun yang disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD di Komisi III hanya berbeda jangka waktu peristiwa pidananya. Yakni, dari kasus yang penyelidikannya dilakukan tim di Jampidsus sejak 2021 tersebut. Akan tetapi, dikatakan dia, kasus itu saling beririsan.

“Sampai saat ini, dugaan yang disampaikan oleh Pak Menko (Mahfud MD) itu, tempus-nya berbeda. Di kita itu 2010-2022 dan di sana, itu sejak tahun 2000-an dan itu lebih jauh tempus-nya,” ujar Febrie menambahkan.

Terkait penyidikan di Jampidsus, Febrie juga pernah mengungkapkan, adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak di Ditjen Bea Cukai dan PT Antam dalam kasus tersebut. Dalam penyidikan berjalan, tim di Jampidsus belakangan ini, sudah melakukan pemeriksaan terhadap belasan pejabat petinggi dari Dirjen Bea Cukai, pun para petinggi di PT Antam. Penyidik juga sudah melakukan penggeledahan dan pemeriksaan para petinggi perusahaan-perusahaan swasta di bidang logam mulia, dan ekspor-impor komoditas emas di Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement