REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Sebanyak 77 siswi sekolah dasar di Afghanistan diduga telah menjadi target aksi peracunan dan kini harus menjalani perawatan di rumah sakit. Peristiwa itu tersebut diperkirakan pertama kali terjadi sejak kelompok Taliban menguasai kembali Afghanistan pada Agustus 2021.
Peristiwa peracunan terjadi pada Sabtu dan Ahad pekan lalu di dua sekolah yang berbeda. Sebanyak 60 siswi diracun di Sekolah Naswan-e-Kabod Aab. Sementara 17 siswi lainnya diracun di Sekolah Naswan-Faizabad. Kedua sekolah itu berada di distrik Sangcharak di Provinsi Sar-e-Pul.
"Kedua sekolah dasar itu berdekatan satu sama lain dan menjadi sasaran satu demi satu. Kami memindahkan para siswa ke rumah sakit, dan sekarang mereka semua baik-baik saja,” kata Kepala Departemen Pendidikan Provinsi Sar-e-Pul Mohammad Rahmani saat diwawancara Associated Press, Senin (5/6/2023).
Rahmani mengungkapkan, departemennya telah meluncurkan penyelidikan atas peristiwa peracunan itu. Hasil investigasi awal mengindikasikan adanya seseorang yang memiliki dendam membayar pihak ketiga untuk melakukan peracunan terhadap siswi-siswi di kedua sekolah di distrik Sangcharak.
Dia tak memberikan informasi tentang bagaimana para siswi itu diracun atau sifat luka mereka. Rahmani juga tidak menyebutkan usia mereka. Dia hanya mengungkapkan bahwa para korban berada di kelas satu sampai enam.
Kehidupan perempuan di Afghanistan kembali dikekang oleh Taliban sejak mereka kembali berkuasa pada Agustus 2021. Anak perempuan dilarang melanjutkan pendidikan setelah mereka lulus sekolah dasar. Sekolah menengah dan universitas tak diizinkan bagi mereka. Keputusan melarang perempuan Afghanistan berkuliah diambil Taliban pada Desember tahun lalu.
Menteri Pendidikan Tinggi Taliban Nida Mohammad Nadim mengatakan, larangan perempuan berkuliah diperlukan guna mencegah percampuran gender di universitas. Dia meyakini beberapa mata kuliah yang diajarkan di kampus, seperti pertanian dan teknik, tak sesuai dengan budaya Afghanistan serta melanggar prinsip-prinsip Islam.
Tak berselang lama setelah itu, Taliban memutuskan melarang perempuan Afghanistan bekerja di lembaga swadaya masyarakat atau organisasi non-pemerintah. Sebelumnya Taliban juga telah menerapkan larangan bagi perempuan untuk berkunjung ke taman, pasar malam, pusat kebugaran, dan pemandian umum. Taliban pun melarang perempuan bepergian sendiri tanpa didampingi saudara laki-lakinya. Ketika berada di ruang publik, perempuan Afghanistan diwajibkan mengenakan hijab.
Serangkaian kebijakan Taliban yang menindas kehidupan perempuan Afghanistan itu telah dikecam dunia internasional. Hingga saat ini belum ada satu pun negara yang mengakui kepemimpinan Taliban di Afghanistan. Salah satu alasannya adalah karena belum dipenuhinya hak-hak dasar kaum perempuan di sana.