REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global mampu mencapai 2,8 persen pada 2024. Angka itu meningkat dibandingkan proyeksi pertumbuhan tahun ini.
"Kami perkirakan untuk tahun ini pertumbuhan ekonomi global bisa mencapai 2,7 persen dan naik menjadi 2,8 persen tahun 2024 terutama pertumbuhan ekonomi global ini didukung oleh pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang yang diperkirakan akan lebih baik," kata Perry di Jakarta, Senin (5/6/2023).
Perry menjelaskan, di tengah gejolak perekonomian global, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan masih akan tetap bertumbuh dengan disokong pertumbuhan perekonomian negara-negara berkembang seperti India dan ASEAN-5. India mengalami pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5,8 persen pada 2023 dan diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan PDB hingga 6,2 persen pada 2024. Pertumbuhan tersebut disebabkan oleh faktor meningkatnya permintaan domestik yang cukup kuat di India.
Begitu juga dengan negara-negara ASEAN-5 yang mencakup Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. PDB negara ASEAN-5 tumbuh 5,1 persen pada 2023, dan diprediksi terus mengalami pertumbuhan 5,5 persen pada 2024. Pertumbuhan yang sama juga terjadi pada raksasa ekonomi China sebesar 5,5 persen pada 2023, meskipun diprediksi mengalami penurunan 4,8 persen pada 2024.
"Ekonomi China juga tumbuh lebih tinggi sejalan dengan pembukaan kembali ekonomi pascapandemi Covid-19 yang makin luas dan dengannya, mendorong permintaan domestik di samping juga kenaikan ekspor mereka," ujarnya.
Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi negara maju justru diprediksi mengalami perlambatan karena ketatnya pasar tenaga kerja serta kondisi ketidakpastian pasar keuangan global. Hal itu mengacu pada perlambatan pertumbuhan PDB Amerika Serikat (AS) yang hanya tumbuh 0,9 persen. Angka tersebut lebih rendah apabila dibandingkan pertumbuhan pada 2022 yang tercatat 2,1 persen.
Sama halnya dengan negara kawasan Eropa yang tercatat hanya mengalami pertumbuhan PDB 0,6 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada 2022 sebesar 3,6 persen.
Namun, Perry menambahkan, PDB kedua negara maju tersebut akan terus membaik dengan perkiraan PDB AS tumbuh di level 0,9 persen dan kawasan Eropa tumbuh 1,2 persen pada 2024. Perry menjelaskan, optimisme pertumbuhan perekonomian global tak bisa dilepaskan dari adanya faktor menurunnya inflasi secara keseluruhan, terutama pada negara-negara berkembang yang cenderung lebih cepat menurunkan tingkat inflasi.
Sementara, untuk negara maju, penurunan inflasi cenderung lebih lambat dikarenakan faktor ketatnya tenaga kerja. "Juga kalau kita lihat inflasi secara global, memang menurun terutama penurunan inflasi di negara berkembang yang lebih cepat, sementara penurunan inflasi di negara maju turunnya lebih lambat karena tentu faktor dari suplai termasuk keketatan dari pasar tenaga kerja. Itu kenapa di negara termasuk AS itu ada kecenderungan bahwa suku bunga kebijakan moneternya akan tinggi dalam waktu yang lama atau yang sering kita sebut higher for longer," ujarnya.