REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, bauran kebijakan BI akan fokus menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Kebijakan moneter masih terus kami arahkan untuk menjaga stabilitas, sementara kebijakan lain seperti makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar keuangan, ekonomi inklusi dan berkelanjutan, maupun kebijakan internasional termasuk ekonomi keuangan syariah akan diarahkan untuk pertumbuhan yang berkelanjutan," katanya dalam rapat kerja Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (5/6/2023).
Dalam aspek kebijakan moneter, Perry memaparkan, BI akan mempertahankan kebijakan suku bunga BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75 persen untuk memastikan inflasi inti tetap terkendali. Kedua, BI memperkuat stabilisasi nilai rupiah untuk mengendalikan inflasi impor, serta memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Target itu dicapai melalui intervensi di pasar valuta asing (valas) dengan transaksi spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), serta pembelian atau penjualan Surat Berharga Negara (SBN).
Ketiga, BI mengendalikan inflasi pangan melalui koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Dalam kebijakan makroprudensial, BI terus menempuh kebijakan longgar mempertahankan koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) termasuk dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kebijakan makroprudensial diarahkan untuk mendorong kredit pembiayaan perbankan kepada dunia usaha demi mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Kami terus memberikan insentif tambahan likuiditas berupa kebijakan makroprudensial kepada bank yang menyalurkan kredit pembiayaan kepada sektor-sektor prioritas, termasuk hilirisasi pertambangan, pertanian, dan perdagangan hingga mencapai 1,5 persen dari DPK. Untuk kredit UMKM dan KUR mencapai 1 persen dan untuk kredit hijau mencapai 0,3 persen dari DPK," ujar Perry.
Di bidang digitalisasi sistem pembayaran, BI memperluas digitalisasi guna memperkuat ekosistem keuangan digital nasional. Untuk tahun ini, BI berfokus pada pengembangan Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) untuk mampu digunakan di segala lini usaha. BI menargetkan pengguna QRIS mencapai 45 juta pada tahun ini, serta mengembangkan QRIS antarnegara dengan Singapura, Jepang, India, dan China.
"Kami akan menargetkan 45 juta pengguna QRIS, demikian juga perluasan mengenai BI-FAST, baik untuk kepesertaan dan layanan lain, direct-debit, bulk-credit, dan request for payment," jelasnya.