REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia Azmi Syahputra meyakini, masih ada angin segar bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca-terbitnya putusan soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Azmi memandang, putusan yang diketok oleh Mahkamah Konstitusi (MK) itu, tak langsung berlaku bagi pimpinan KPK saat ini.
"Jadi masa jabatan 5 tahun hanya berlaku untuk hasil seleksi komisioner KPK periode 2024-2029 berdasarkan putusan MK yang dibaca beberapa waktu lalu," kata Azmi dalam keterangannya yang dikutip pada Senin (5/6/2023).
Azmi menelaah dalam putusan MK tersebut tidak ada menyebut langsung perpanjangan masa jabatan komisioner KPK saat ini. Sebab jabatan mereka di KPK ialah hasil dari Undang-Undang KPK sebelum munculnya putusan MK.
"Dari putusan MK tersebut tidak ada perpanjangan masa jabatan komisioner KPK tahun 2019-2023 yang sekarang. Oleh karena itu merupakan produk dari UU sebelum putusan MK," ujar pengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu.
Azmi juga meyakini, putusan MK tersebut telah dipertimbangkan hakim konstitusi secara objektif, jujur ,teliti dan cermat. Ini termasuk mengidentifikasi sumber hukum, menelaah fakta hak hukum pemohon, praktik masa jabatan di lembaga lain.
"Hakim melalui daya interpretasi dan konstruksinya menyesuaikan hukum dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan masyarakat. Tentu putusan MK tersebut harus dihormati, harus dianggap benar," ujar Azmi.
Walau demikian, Azmi meminta semua pihak memperhatikan putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Sebab sebagian pihak masih memandang adanya kontradiksi dalam putusan tersebut. Apalagi kalau ternyata MK melampaui kewenangannya untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK.
"Jika sudah ditemukan kontradiksi termasuk putusan ini melampaui batas kewenangan MK maka harus dilakukan peninjauan ulang terhadap putusan ini oleh publik," ucap Azmi.
MK diketahui memutuskan menerima gugatan yang diajukan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
Hakim MK M Guntur Hamzah setuju bahwa masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan pimpinan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia seperti Komnas HAM, KY, KPU yaitu lima tahun. Sebab MK memandang pengaturan masa jabatan pimpinan KPK yang berbeda dengan masa jabatan pimpinan/anggota komisi atau lembaga independen, khususnya yang bersifat constitutional importance telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, penalaran yang wajar dan bersifat diskriminatif. Kondisi itulah yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.
"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya dipersamakan dengan masa jabatan komisi dan lembaga independen yang termasuk ke dalam rumpun komisi dan lembaga yang memjliki constitutional importance yakni lima tahun sehingga memenuhi prinsip keadilan, persamaan dan kesetaraan," ujar Guntur yang pernah terjerat skandal pengubahan putusan MK.