REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti
Kondisi trotoar di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat diblokade sejak sekitar satu dekade yang lalu. Kondisi itu menimbulkan protes terutama dari kalangan pejalan kaki yang mesti mengalah dengan melintasi bahu jalan. Kondisi itu berbeda dengan trotoar-trotoar di kedubes-kedubes lainnya yang ada di Jakarta, di antaranya di depan Kedubes China dan Rusia di bilangan Jakarta Selatan.
Hingga Selasa (6/6/2023) siang, terpantau pada trotoar di depan Kedubes AS masih diblokade dengan kawat berduri serta beton dan sejumlah traffic cone. Sementara trotoar lainnya yang membentang di sepanjang Jalan Medan Merdeka Selatan bisa dilintasi oleh pejalan kaki yang berlalu lalang, termasuk di depan Istana Wakil Presiden yang bersebelahan dengan Kedubes AS.
Sebagai perbandingan, Republika pada Selasa (6/6/2023) siang bergerak ke arah selatan untuk melihat kondisi trotoar di sejumlah kedubes lainnya, tepatnya di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.
Ada beberapa gedung Kedubes yang dilewati, mulai dari Kedubes Belanda, Kedubes Swiss, Kedubes Polandia, dan Kedubes Rusia di Jalan HR. Rasuna Said, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Di tiap pintu gerbang yang menjulang tinggi, tampak terdapat petugas keamanan yang berjaga.
Kondisi trotoar di keempat kedubes tersebut terbuka dan dilalui oleh para pejalan kaki yang melintas. Hanya saja di satu titik di ujung Kedubes Belanda, kondisi trotoar diisi oleh sejumlah pedagang kaki lima (PKL).
Kemudian, bergerak ke gedung Kedubes Inggris yang berada di Jalan Patra Kuningan Raya, Setiabudi, Jakarta Selatan. Beberapa pejalan kaki tampak pula melewati trotoar di depan gedung kedubes 'The Black Country' tersebut.
Lalu ke Kedubes Thailand yang berada di Jalan Mega Kuningan Barat, Setiabudi, Jakarta Selatan, trotoar di depan kedubes tersebut juga dengan leluasa dapat dilintasi oleh para pejalan kaki. Pemandangan yang sama terlihat di Kedubes China yang berlokasi di Jalan DR. Ide Anak Agung Gde Agung, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Hilir mudik para pejalan kaki terlihat di depan Kedubes China. Beberapa fokus berjalan kaki dengan melihat trotoar, beberapa diantaranya memainkan telepon genggam, dan sejumlah gerombolan pejalan kaki juga tampak asyik bercengkerama melintasi depan Kedubes China.
Seorang pejalan kaki, David, mengatakan, trotoar merupakan fasilitas yang menjadi hak para pejalan kaki, sehingga pemerintah memang seyogyanya menyediakan untuk kalangan tersebut. Dia tak banyak memberi komentar mengenai kondisi trotoar di depan Kedubes AS yang diketahui diblokade, namun dia menyebut seharusnya pemerintah memberi perhatian pada pejalan kaki.
"Trotoar kan dibangun sebagai fasilitas umum yang menjadi hak pejalan kaki. Jadi ya harusnya diperuntukkan sebagaimana mestinya," kata dia.
Sebelumnya diketahui, penutupan trotoar di depan gedung Kedubes AS diketahui terjadi cukup lama. Bahkan menurut informasi Koalisi Pejalan Kaki, penutupan akses fasilitas publik tersebut sudah dikeluhkan sejak zaman Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada sekitar 2012 yang lalu.
Masih belum jelas mengenai alasan penutupan trotoar tersebut. Sementara, desakan kepada pemerintah agar tegas dalam menanggapi hal itu terus bergulir. Pemerintah diminta untuk berpihak pada kepentingan publik, megingat trotoar merupakan fasilitas untuk pejalan kaki.
"Kami sudah ingatkan kurang lebih dari mulai periode Pak Jokowi karena beliau kan bilang ruang publik kami akan perhatikan," kata Alfred saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (5/6/2023).
Alfred mengungkapkan bahwa diblokirnya jalan trotoar tersebut jelas memakan hak para pejalan kaki. Para pejalan kaki pun harus mengalah dengan melewati badan jalan dan bergumul di ujung jalan dengan kendaraan lainnya yang melintasi jalan. Kondisi itu menjadi perhatian penting terutama pada jam-jam sibuk.
"Karena kalau pagi dan sore volume pejalan kaki tinggi banget yang hanya diproteksi dengan traffic cone. Dan bulan lalu saya sempat menolong ojek online yang terjatuh di situ karena dia menghindari pejalan kaki di batas traffic cone," ungkapnya.
Alfred mengaku tidak mempermasalahkan hal itu kepada pihak Kedubes AS. Justru pemerintah Indonesia, dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lah yang dinilai harus tegas memenuhi hak pejalan kaki.
"Ndilalah-nya Dinas Bina Marga kan baru membangun trotoar Jalan Medan Merdeka Selatan, kenapa terputus? Kenapa sampai ke Istana Wapres saja, tidak sepanjang Jalan Medan Merdeka Selatan? Kan tinggal komunikasi, bersurat resmi," ujar dia.