REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Seorang ulama dan cendekiawan ternama asal Turki, almarhum Badiuzzaman Said Nursi, mengungkapkan bahwa rabithatul maut atau mengingat kematian termasuk salah satu sarana untuk meraih keikhlasan.
“Wahai saudara-saudaraku yang mengabdikan diri pada Alquran! Sesungguhnya sarana terpenting untuk mendapatkan keikhlasan dan sebab utama yang efektif untuk bisa memelihara keikhlasan tersebut adalah rabithatul maut,” kata Nursi, dikutip dari buku Al-Lama'at halaman 312.
Dia menuturkan, panjangnya angan-angan yang merupakan penyakit “lupa akhirat” dapat merusak keikhlasan serta mengantarkan manusia kepada cinta dunia dan riya. Sementara, “ingat mati” justru menjauhkan manusia dari riya dan menjadikan manusia mendapatkan keikhlasan.
“Pasalnya, dengan memikirkan kematiannya dan merenungkan musnahnya dunia, ia bisa selamat dari tipu daya nafsu ammarah,” jelasnya.
Karena itu, lanjut Nursi, para ahli tarekat dan ahli hakikat menjadikan rabithatul maut sebagai landasan dalam suluk mereka sesuai dengan pelajaran yang mereka dapat dari ayat Alquran berikut:
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ Artinya: "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati" (QS Ali Imron [3] :185).
اِنَّكَ مَيِّتٌ وَّاِنَّهُمْ مَّيِّتُوْنَ ۖ Artinya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan mereka akan mati (pula)” (QS Az-Zumar [39]:30).
Dengan mengingat mati, kata Nursi, mereka tidak berpikir akan kekal abadi yang menyebabkan penyakit lupa akhirat.
Mereka membayangkan diri mereka sebagai orang-orang mati. Selanjutnya mereka dimandikan, lalu diletakkan di kubur. Ketika sedang membayangkan hal tersebut, nafsu ammarah akan sangat tersentuh sehingga sedikit demi sedikit nafsu tersebut melepaskan angan-angannya yang panjang pada derajat tertentu.
Dengan demikian, mengingat mati memberikan berbagai banyak manfaat. Cukuplah sebagai petunjuk kepada hal itu hadis Nabi SAW yang berbunyi:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِى الْمَوْتَ “Perbanyaklah mengingat sesuatu yang memotong segala kenikmatan yakni kematian."
Baca juga: Mengapa Tuyul Bisa Leluasa Masuk Rumah? Ini Beberapa Penyebabnya
Karena jalan kita adalah jalan hakikat, bukan tarekat sufi, maka kita tidak perlu seperti mereka yang langsung mengingat mati dengan bayangan dan khayalan.
Selain itu, manhaj tersebut tidak cocok dengan manhaj hakikat. Sebab, memikirkan akibat bukan dengan mendatangkan bayangan tentang masa depan ke masa sekarang.
Tetapi, menurut Nursi, dalam sudut pandang hakikat, kita harus membawa pikiran dari masa sekarang ke masa mendatang dan menyaksikan masa depan lewat kenyataan masa sekarang. Jadi, tidak perlu berkhayal ataupun berasumsi. Sebab, manusia bisa menyaksikan jenazahnya sebagai buah dari pohon umurnya yang singkat.
Ketika manusia sedikit saja mengalihkan pandangannya, ia tidak hanya menyaksikan kematian dirinya semata, tetapi juga akan menyaksikan kematian zamannya. Lebih dari itu, ia akan melihat kematian dan kehancuran dunia. “Dari sini, terbukalah jalan baginya menuju keikhlasan yang sempurna,” tulis Nursi.