REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengasuh pesantren Tunas Ilmu Purbalingga sekaligus dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi'i Jember, Ustadz Abdullah Zaen Lc.,MA mengungkapkan, sungguh miris, membaca berita belakangan ini tentang kekerasan yang dilakukan anak-anak kepada temannya. Bukan sekadar bully-an atau perundungan, mereka tega mengeroyok temannya hingga tidak berdaya. Bahkan perbuatan jahat itu mereka videokan, tanpa perasaan belas kasihan.
"Fenomena ini seharusnya mendapatkan perhatian serius dari para orang tua, juga para pendidik. Untuk dicarikan akar permasalahannya, berikut solusinya. Menjaga fitrah kelembutan, manusia terlahir ke muka bumi ini dengan membawa fitrah karakter kelembutan bukan kekasaran. Buktinya bayi yang dilembuti oleh orang tuanya akan merasa nyaman. Sebaliknya bila dikasari, walau hanya dengan raut dan mimik muka tidak ramah, si anak akan menangis keras," kata Ustadz Abdullah dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.
Ustadz Abdullah mengatakan, modal fitrah kelembutan yang telah ditanamkan Allah dalam jiwa anak, seharusnya dijaga dan dikembangkan. Bukan malah dirusak, apalagi dihancurkan. Terlebih jika yang merusaknya adalah orang-orang terdekat anak.
"Salah satu upaya nyata menjaga fitrah tersebut, adalah dengan kontinuitas sikap lembut orang tua kepada anaknya. Yang salah satu wujudnya adalah membiasakan panggilan kasih sayang terhadap anak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah suri teladan utama dalam hal ini," ujar Ustadz Abdullah.
Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu menuturkan,
"كُنْتُ غُلاَمًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا غُلاَمُ، سَمِّ اللَّهَ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ» فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ"
Dahulu saat kecil, aku dirawat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika makan bersama, tanganku bergerak ke sana kemari di nampan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, “Nak, bacalah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu, dan ambillah makanan yang terdekat denganmu.” Umar berkata, “Semenjak mendapatkan nasihat tersebut, aku selalu menerapkan adab-adab tersebut setiap kali makan” (HR Bukhari no 5376 dan Muslim no 2022).
"Ternyata kelembutan diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bukan hanya dalam kondisi normal. Bahkan saat anak melakukan kesalahan pun beliau bersikap lembut dalam menasihatinya," kata Ustadz Abdullah.
Ustadz Abdullah mengatakan, di antara poin yang bisa disimpulkan dari hadits di atas adalah:
- Nasihat diawali dengan panggilan kasih sayang. Di sini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan panggilan "يَا غُلاَمُ" yang aslinya bermakna “Wahai anak muda”. Sama sekali tidak ada nada marah atau menghakimi.
- Nasihat disampaikan dengan bahasa yang simpel dan mudah dipahami. Sehingga anak dengan mudah memahami nasihat-nasihat yang disampaikan kepadanya. Perlu diketahui bahwa terkadang kekeliruan yang dilakukan anak itu, terjadi karena ia tidak memahami bahwa itu adalah kekeliruan. Sehingga tugas orang tua adalah memahamkan anak, mana perbuatan yang boleh dan mana yang tidak boleh. Mana yang baik dan mana yang buruk.
- Nasihat tidak harus langsung menyinggung kesalahan yang dilakukan anak. Justru bisa diawali dengan poin-poin yang tidak berkaitan langsung dengan kekeliruannya. Dari tiga nasihat yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ternyata teguran yang berhubungan langsung dengan kesalahan anak tersebut berada di urutan ketiga.
"Dengan metode apik ini, nasihat akan sangat membekas di hati si anak insya Allah. Sehingga selalu dipraktikkannya sepanjang hayat," kata Ustadz Abdullah.