Rabu 07 Jun 2023 07:28 WIB

Utak-atik Aturan Wajib Lapor Sumbangan Kampanye Ditentang 

KPU menghapus aturan yang wajibkan peserta pemilu melaporkan dana sumbangan kampanye.

Rep: Febryan. A/ Red: Agus Yulianto
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik (kiri) berbincang dengan Anggota KPU Yulianto Sudrajat.
Foto: Prayogi/Republika.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik (kiri) berbincang dengan Anggota KPU Yulianto Sudrajat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI kembali membuat kebijakan kontroversial. Kini, KPU RI menghapus aturan yang mewajibkan peserta pemilu melaporkan dana sumbangan kampanye, lalu menggantinya dengan pelaporan daring. Kebijakan itu dikritik ratusan organisasi karena diyakini akan membuat peserta Pemilu 2024 abai melaporkan donasi yang diterimanya.

Kewajiban menyampaikan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) sebenarnya sudah diterapkan KPU dalam setiap gelaran pemilu dan pilkada sejak tahun 2014. Namun kali ini, KPU tidak memuat ketentuan tersebut dalam Rancangan Peraturan KPU tentang Dana Kampanye. 

Beleid itu sudah disetujui Komisi II DPR RI pada pekan lalu, sehingga akan segera diundangkan. Dengan berlakunya peraturan tersebut, maka semua peserta Pemilu 2024, mulai dari pasangan capres-cawapres hingga partai politik, tidak lagi wajib melaporkan dana sumbangan kampanye yang mereka dapat kepada KPU. 

Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, penghapusan LPSDK bukan berarti peserta pemilu tidak lagi melaporkan dana sumbangan kampanye. KPU tetap meminta peserta pemilu menyampaikan dana sumbangan via kanal Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam) KPU. 

"Nanti dalam pedoman teknis pelaporan dana kampanye, kita minta agar (peserta pemilu) setiap hari melakukan pembaharuan informasi mengenai sumbangan dana kampanye yang diterima (ke Sidakam)," kata Idham kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Selasa (6/6/2023) siang. 

Idham menjelaskan, kanal Sidakam hanya bisa diakses oleh petugas KPU dan peserta pemilu. Kendati begitu, nama pemberi dan jumlah sumbangannya akan ditampilkan di laman infopemilu.kpu.go.id sehingga bisa dilihat oleh masyarakat. 

"(Dengan Sidakam ini), malah sekarang kami akan mendorong pelaporan dana sumbangan kampanye jauh lebih transparan ketimbang yang terdahulu," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI itu sesumbar. 

Kendati demikian, penghapusan kewajiban dan pengubahan pola pelaporan dana sumbangan kampanye itu ditentang oleh 144 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas. Koalisi sipil ini menentang kebijakan tersebut meski perwakilan mereka sudah melakukan audiensi dengan Idham di kantor KPU RI, Jakarta, Selasa sore. 

Perwakilan koalisi, Valentina Sagala, mengatakan KPU hanya memuat ketentuan pelaporan sumbangan kampanye via Sidakam itu di dalam petunjuk teknis (juknis), bukan dalam peraturan KPU (PKPU). Padahal, juknis tidak seperti PKPU yang punya kekuatan mengikat kepada peserta pemilu. Artinya, peserta pemilu tetap tidak wajib melaporkan donasi yang diterimanya. 

"Keberadaan Sidakam tanpa diatur dalam PKPU tentu sifatnya tidak mandatory (wajib). Kami kecewa," kata Valentina ketika konferensi pers di Media Center KPU RI. 

Valentina meyakini, penghapusan kewajiban menyampaikan sumbangan kampanye ini akan membuat peserta pemilu abai melapor. Sebab, saat penyampaian LPSDK masih diwajibkan pada Pemilu 2019, nyatanya terdapat sekitar 13 persen peserta pemilu yang tidak melaporkan. 

"Kami sungguh khawatir. Ini merupakan kemunduran kita sebagai bangsa terkait transparansi dan akuntabilitas (pendanaan kampanye calon pejabat publik)," ujar aktivis HAM pendiri Institut Perempuan itu. Dia menilai, penghapusan LPSDK ini melemahkan semangat antikorupsi. 

Karena itu, ujar Valentina, Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas menuntut KPU RI tetap mewajibkan peserta pemilu menyampaikan LPSDK. Ketentuan itu harus dimuat dalam PKPU tentang Dana Kampanye. 

Selain itu, pihaknya menuntut KPU dan Bawaslu cermat memeriksa dan memverifikasi kebenaran data laporan dana kampanye dalam Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), LPSDK, dan Laporan Penerimaan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Tujuannya untuk mencegah terjadinya manipulasi data dan aliran dana ilegal hasil tindak pidana, khususnya kasus korupsi. 

"Dalam hal lembaga penyelenggara pemilu tidak menindaklanjuti tuntutan di atas, kami akan mengambil upaya pelaporan/pengaduan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)," ujar Valentina.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement