REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah berjangka turun pada akhir perdagangan Selasa (Rabu 7/6/2023 pagi WIB), karena kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi global yang lesu dapat mengurangi permintaan energi melebihi janji Arab Saudi untuk memperdalam pengurangan produksi.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli tergelincir 0,41 dolar AS atau 0,57 persen, menjadi menetap pada 71,74 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara Brent untuk pengiriman Agustus merosot 0,42 dolar AS atau 0,55 persen, menjadi ditutup pada 76,29 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Harga minyak melonjak pada Senin (5/6/2023) setelah Arab Saudi mengatakan selama akhir pekan akan memangkas produksi menjadi sekitar 9 juta barel per hari (bph) pada Juli dari sekitar 10 juta barel per hari pada Mei. Arab Saudi, pengekspor minyak utama dunia, juga secara tak terduga menaikkan harga jual resmi minyak mentahnya ke pembeli Asia.
Namun, pemotongan pasokan Saudi tidak mungkin mencapai "kenaikan harga yang berkelanjutan" karena permintaan yang lebih lemah, pasokan non-OPEC yang lebih kuat, pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di China dan potensi resesi di AS dan Eropa, kata analis Citi dalam sebuah catatan.
Perekonomian AS akan tumbuh sebesar 1,3 persen pada 2023 dan 1,0 persen pada 2024, turun dari perkiraan sebelumnya masing-masing sebesar 1,6 persen dan 1,8 persen, menurut laporan prospek energi jangka pendek yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Energi (EIA) AS pada Selasa (6/6/2023).
"Pertumbuhan PDB yang lebih rendah mengurangi total konsumsi energi AS di kedua tahun dibandingkan dengan perkiraan bulan lalu," kata laporan itu.
Bank Dunia juga memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada 2024 dari 2,7 persen menjadi 2,4 persen, meskipun merevisi perkiraan pertumbuhan PDB global pada 2023 menjadi 2,1 persen dari 1,7 persen, menurut laporan yang dikeluarkan Bank Dunia pada Selasa (6/6/2023).
Namun, laporan EIA menaikkan perkiraan harga minyak spot untuk Brent pada tahun 2023 dan 2024, karena perpanjangan pengurangan produksi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitranya yang diumumkan pada Ahad (4/6/2023).