REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB mengatakan tidak memiliki informasi independen mengenai kebocoran bendungan Nova Kakhovka, Ukraina. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan insiden itu "konsekuensi menghancurkan lain dari invasi Rusia ke Ukraina."
Pada Selasa (6/6/2023) Dewan Keamanan PBB menggelar rapat untuk membahas kerusakan bendungan tersebut. Rapat itu diajukan Rusia dan Ukraina.
"Serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil kritis harus dihentikan, kami harus bertindak untuk memastikan pertanggung jawaban dan hukum humanitarian internasional dihormati," kata Guterres.
Semburan air dari bendungan besar di Sungai Dnipro yang memisahkan pasukan Rusia dan Ukraina di selatan Ukraina membanjiri medan perang. Memaksa warga desa sekitar untuk mengungsi dan mendorong kedua belah pihak saling menyalahkan.
Berdasarkan permintaan rapat yang diajukan ke Dewan Keamanan PBB, Ukraina menuduh Rusia melakukan "tindakan aksi terorisme ekologi dan teknologi." Sementara Rusia menggambarkan insiden ini sebagai "aksi sabotase yang dilakukan Ukraina."
"Ini merupakan bencana ekologi, ekonomi dan kemanusiaan monumental," kata Guterres.
"Setidaknya 16 ribu orang kehilangan rumah serta air bersih dan aman untuk diminum sehingga menimbulkan resiko bagi ribuan orang lebih," tambahnya.
Ia menambahkan PBB berkoordinasi dengan pemerintah Ukraina untuk mengirimkan air minum dan tablet pemurni air.