REPUBLIKA.CO.ID, PEMALANG -- Jajaran Polda Jawa Tengah kembali mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus perekrutan dan penempatan pekerja migran. Tercatat, jumlah korban mencapai ratusan orang.
Setelah mengungkap di wilayah hukum (wilkum) Polres Brebes, Polres Grobogan, dan Polres Cilacap, kali ini jajaran Polda Jawa Tengah mengungkap kasus TPPO di wilkum Polres Pemalang.
Jika dari kasus TPPO yang sebelumnya telah diungkap rata-rata pelakunya adalah oknum perorangan dengan modus penipuan yang mengarah pada TPPO, di wilkum Polres Pemalang ini yang diungkap adalah korporasi atau perusahaan.
Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengungkapkan, perkara TPPO yang diungkap di wilayah Pemalang ini bermula dari kejadian kecelakaan laut sebuah kapal berbendera China di Samudra Hindia, pada 16 Mei 2023.
“Dalam laka laut ini ditemukan anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Indonesia. Antara lain dari Brebes, Tegal, Tuban, dan Banjarnegara,” katanya saat menggelar konferensi pers di Mapolres Pemalang, Rabu (7/6/2023).
Terkait temuan ini, kapolda menjelaskan, selanjutnya jajaran Polres Pemalang melakukan langkah-langkah penyidikan dan penyelidikan terhadap para ABK yang berkewarganegaraan Indonesia tersebut.
Dalam proses pendalaman ini, ditemukan petunjuk terkait peran sebuah perusahaan PT Sahabat Mitra Sejahtera (SMS) yang setelah dilakukan penyelidikan ternyata tidak memiliki izin pendirian perusahaan perekrut dan penyalur tenaga kerja migran.
Pun demikian dengan sejumlah persyaratan administrasi lainnya hingga kemudian dilakukan penyidikan terhadap perusahaan yang beralamat di Pemalang tersebut.
Setelah dilakukan penyidikan dari kurun waktu Mei 2021 sampai sekarang, perusahaan ini telah memberangkatkan sekurang-kurangnya 447 awak kapal dan sebanyak 114 orang belum diberangkatkan.
Setelah dilakukan tindakan kepolisian, belakangan terungkap perusahaan yang dimaksud memang tidak memiliki izin terkait dengan perekrutan tenaga kerja migran, khususnya di bidang pelayaran.
“Jadi, surat izin perekrutan oleh perusahaan, seperti surat izin usaha perekrutan dan penempatan awak kapal (SIUPPAK) tidak ada sama sekali,” kata kapolda.
Atas beberapa temuan tersebut, polisi menduga motif ini digunakan oleh perusahaan untuk mencari keuntungan dalam rangka memperkaya diri. Karena dari praktik ilegal ini, beberapa tersangka ada mendapatkan keuntungan hampir mencapai Rp 2,2 miliar.
“Sedangkan, barang bukti yang diamankan antara lain berupa akta pendirian perusahaan, nomor induk berusaha (NIB), serta beberapa dokumen lain yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik,” kata Ahmad Luthfi.